Rasmal-Quran yang disebut juga rasm utsmani ialah penulisan al-Qur'an oleh para sahabat dengan kaidah khusus yang tidak sesuai dengan kaidah penulisan bahasa Arab. Kaidah ini teringkas dalam enam kaidah; Al-Hadzf (membuang,menghilangkan, atau meniadakan huruf). Contohnya, menghilangkan huruf alif pada ya' nida' (يَََآَ يها
الرَّسْمُ الْعُثْمَانِيُّ Ar-Rasm al-Utsmani Salah satu pembahasan yang sangat penting dalam Ulumul Qur’an atau Pengantar Studi al-Qur’an adalah Rasm Utmani. Tema Rasm Utmani termasuk pelajaran yang agak rumit. Karena berkaitan dengan masalah bahasa, sejarah penulisan dan pembukuan, qiraat , serta tafsir al-Qur’an. Namun dalam kesempatan kali ini, kami akan mencoba untuk menyajikan tema ini dengan sesederhana mungkin. Sehingga menjadi mudah untuk dipahami. Bila ada hal-hal yang belum dipahami, maka kami persilakan para pembaca untuk bertanya pada kolom komentar. Tujuan mempelajari Rasm Utsmani adalah memahami adanya ragam budaya dalam penulisan bahasa. Yang terjadi dalam semua bahasa. Termasuk dalam hal ini adalah bahasa Arab. Baca pula Qira’at dalam Al-Qur’an Pengertian, Contoh, Pengaruhnya pada Tafsir *** A. Pengertian Rasm Utsmani Secara bahasa, Rasm itu artinya ejaan atau teknik penulisan. Dalam sejarah ejaan bahasa Indonesia, dahulu kita mengenal istilah ejaan lama dan ejaan baru. EYD Ejaan Yang Disempurnakan. Berikut ini beberapa contoh ejaan lama yang kemudian dirubah menjadi ejaan baru Soekarno – Sukarno Soeharto – Suharto Jusuf – Yusuf Djakarta – Jakarta Jogjakarta – Yogyakarta Bapak mentjari kaju. – Bapak mencari kayu. Hal ini murni merupakan masalah bahasa. Yang juga terjadi pada bahasa Inggris, misalnya centre – center, theatre – theater, realise – realize, dan seterusnya. Yang pertama itu disebut sebagai Rasm British. Dan yang kedua disebut sebagai Rasm American. Adapun kata Utsmani itu merujuk pada Khalifah keempat dari Khulafaur Rasyidin, yaitu Sayyidina Utsman bin Affan radhiyallahu anhu. Itulah pengertian Rasm Utsmani secara bahasa. Nah sekarang, apa itu Rasm Utsmani secara istilah? Rasm Utsmani juga disebut Rasm Mushhafi dan Khath Utsmani. Secara istilah, Rasm Utsmani adalah “Sebuah ilmu yang secara khusus menjelaskan tentang tata cara penulisan al-Qur’an al-Karim ketika diturunkan dan berlanjut hingga pembukuannya dengan bantuan tangan para shahabat.” Rasm Utsmani ejaan bahasa Arab yang digunakan untuk menuliskan mushaf al-Qur’an waktu pembukuan al-Qur’an pada masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan. Sama hal dengan Rasm British ejaan bahasa Inggris yang digunakan oleh orang-orang Inggris Raya. Sedangkan rasm American ejaan bahasa Amerika yang digunakan oleh orang-orang Amerika. *** B. Contoh Rasm Utsmani Kalau tadi sudah kita sebutkan contoh Rasm Indonesia lama dan Rasm Indonesia Baru. Juga sudah kita sebutkan contoh Rasm Inggris British dan Rasm Inggris American. Sekarang kita sebutkan beberapa contoh Rasm Utsmani. Sebelumnya, hendaknya kita perhatikan. Bahwa penulisan mushaf al-Qur’an yang asli itu tidak ada harakatnya. Karena pada masa Rasulullah Saw. masih hidup, juga pada masa Khulafaur Rasyidin, harakat itu belum ditemukan. Bahkan juga belum ada titik. Namun pada kesempatan kali ini kita pakai titik. Karena mustahil saya mengetik huruf Arab tanpa titik. Baik langsung saja nggih, kita masuk ke contoh Rasm Utmani. 1. Kata al-Kitabu Dalam menuliskan kata al-kitaabu, yang umum adalah الكتاب. Namun dalam Rasm Utsmani ditulis dengan الكتب. Lalu pada huruf Taa’ itu diberi tanda baca fathah berdiri. Artinya dibaca dua harakat. 2. Kata as-Shalatu Dalam menuliskan kata ash-shalaatu, yang umum adalah الصلاة. Namun dalam Rasm Utsmani ditulis dengan الصلوة. Lalu pada huruf Laam itu diberi harakat fathah berdiri. Artinya dibaca dua harakat. Sedangkan huruf Wau tidak diberi harakat. Artinya huruf Wau tidak dibaca. 3. Kata az-Zakatu Juga dalam menuliskan kata az-zakaatu, yang umum adalah الزكاة. Namun dalam Rasm Utsmani ditulis dengan الزكوة. Lalu pada huruf Kaaf diberi harakat fathah berdiri. Artinya dibaca dua harakat. Sedangkan pada huruf Wau tidak diberi harakat. Artinya tidak dibaca. Untuk mengecek kebenaran hal itu, kami kutipkan image dari awal surat al-Baqarah sebagai berikut Al-Qur’an, Surat al-Baqarah ayat 1-5, sumber gambar Itu hanya contoh. Bila kita cermat, boleh jadi hal ini bisa kita temukan pada setiap halaman mushaf al-Qur’an. Di mana tata cara penulisannya tidak sama dengan kaidah umum dalam Bahasa Arab. Dahulu ketika masih duduk di bangku SMA/Madrasah Aliyah, saya pun sempat bertanya-tanya mengenai hal ini. Namun jawabannya baru saya temukan ketika membaca kitab Manahilul Irfan fi Ulumil Qur’an. Karya Syeikh Muhammad Abdul Azhim az-Zarqani. *** C. Kaidah Rasm Utsmani Berikut ini beberapa kaidah dalam penulisan Rasm Utsmani 1. Kaidah Badal Badal artinya mengganti. Yaitu mengganti suatu huruf dengan huruf yang lain. Contoh – mengganti huruf alif dengan huruf wau, misalnya الصلاة menjadi الصلوة الزكاة menjadi الزكوة – mengganti taa’ marbuthah dengan taa’ maftuhah, misalnya امرأة menjadi امرأت رحمة menjadi رحمت 2. Kaidah Perbedaan Qiraat Bila ada perbedaan qiraat al-Qur’an dalam membaca sebuah kata, maka kata itu ditulis dengan qiraat yang lebih banyak digunakan. Contoh ملك يوم الدين ditulis dengan ma pendek. Karena qiraat inilah yang lebih banyak digunakan. Bukan ma panjang. اهدنا الصراط المستقيم ditulis dengan huruf ص. Karena qiraat inilah yang lebih banyak digunakan. Bukan dengan س maupun ز. 3. Kaidah Fashal dan Washal Fashal artinya memisahkan. Washal artinya menggabungkan. Yaitu menggabungkan dua kata yang terpisah, sehingga bersambung seakan merupakan satu kata. Contoh عن ما menjadi عما كل ما menjadi كلما إن ما menjadi إما Untuk lebih lengkapnya mengenai kaidah rasm utsmani ini, silakan pembaca klik link berikut 6 Kaidah Rasm Utsmani Kaidah Penulisan Al-Qur’an. *** D. Tanya-Jawab tentang Rasm Utmani Siapakah yang menentukan tata cara penulisan mushaf al-Qur’an? – Yaitu Zaid bin Tsabit. Sebagai ketua panitia pembukuan al-Qur’an. Baik pada masa pemerintahan Abu Bakar ash-Shiddiq, maupun pada masa pemerintahan Utsman bin Affan. Mengapa dinamakan sebagai Rasm Utsmani? – Karena pembukuan al-Qur’an yang kedua, dengan fokus penyatuan ejaan mushaf al-Qur’an, itu dilakukan pada masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan. Bolehkah kita menuliskan mushaf al-Qur’an dengan selain Rasm Utsmani? – Sebenarnya tidak ada larangan. Namun sebaiknya tidak dilakukan. Karena akan membuat orang awam jadi tambah bingung. Selain itu, penulisan mushaf al-Qur’an dengan Rasm Utsmani itu sudah memperoleh ijma’ ulama. Seluruh ulama sudah sepakat dengan Rasm Utsmani itu sejak zaman dahulu sampai hari ini. *** Penutup Demikian sedikit penjelasan mengenai Rasm Utsmani. Semoga ada manfaatnya bagi kita semua. Allahu a’lam. _____________________ Sumber bacaan – Manahilul Irfan fi Ulumil Qur’an. Syeikh Muhammad Abdul Azhim az-Zarqani. – Ma Huwa al-Khatthul al-Utsmani. Syeikh Muhammad Marwan.
Rasmal-Qur'an berarti bentuk tulisan al-Qur'an. Para ulama lebih cenderung menamainya dengan istilah rasmul Mushaf. Ada pula yang menyebut rasm al-Qur'an dengan rasm 'Usmany dikarenakan istilah ini lahir bersamaan dengan lahirnya mushaf 'Utsman, yaitu mushaf yang ditulis oleh panitia empatyang terdiri dari Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa'id bin al-'Ash, dan Abdurrahman Kaidah Rasm Utsmani Khath Utsmani Rasmul Qur'anRasm bisa diartikan atsar bekas, khat tulisan atau metode penulisan. Rasm Utsmani atau disebut juga Rasmul Qur’an adalah tata cara penulisan Al-Qur’an yang ditetapkan pada masa khlalifah Utsman bin Affan. Istilah Rasmul Qur’an diartikan sebagai pola penulisan al-Qur’an yang digunakan Ustman bin Affan dan sahabat-sahabatnya ketika menulis dan membukukan Al-Qur’an. Yaitu mushaf yang ditulis oleh panitia empat yang terdiri dari Mus bin zubair, Said bin Al-Ash, dan Abdurrahman bin Al-harits. Mushaf Utsman ditulis dengan kaidah tertentu. Menulis Kaligrafi Al-Qur'an Kaidah rasm utsmani ada 6 1. Hadzf الْحَذْف Hadzf artinya membuang. Nah dalam penulisan Al-Qur’an ada beberapa huruf yang dibuang. Huruf yang dibuang diantaranya alif, wau, ya’, lam dan nun. Contoh wau yang dibuang اَلْغَاونَ اَلْغَاوُوْنَ Contoh ya’ yang dibuang وَلِيَ دِيْنِ دِيْنِيْ Contoh lam yang dibuang وَالَّيْلِ وَاللَّيْلِ Contoh nun yang dibuang لَمْ نَكُ نَكُنْ 2. Ziyadah الزِّيَادَة Ziyadah artinya menambah. Maksudnya dalam kaidah imlai huruf-huruf tersebut tidak ada, namun dalam penulisan di Al-Qur’an dimunculkan walaupun tidak memengaruhi bacaan. Huruf yang ditambahkan diantaranya alif, wau, ya’ dan Ha’. Contoh penambahan alif أَوْ لَأَاذْبَحَنَّهُ لَأَذْبَحَنَّهُ Contoh penambahan wau سَأُورِيْكُمْ سَأُرِيْكُمْ Contoh penambahan ya’ بِأَيْيدٍ بِأَيْدٍ Contoh penambahan Ha مَا هِيَهْ هِيَ 3. Badal البَدْل Badal artinya mengganti. Adapun dalam rasm utsmani, badal adalah mengganti huruf dengan huruf yang lain. Mengganti alif dengan wau الصَّلَوةُ الصَّلَاةُ، كَمِشْكَوةٍ كَمِشْكَاةٍ Mengganti alif dengan ya’ الضُّحَى الضُّحَا، يأَسَفَى يأَسَفَا Mengganti ta’ marbuthah dengan ta’ maftuhah رَحْمَتَ رَحْمَةَ، امْرَاَتُ امْرَاَةُ Mengganti nun dengan alif لَنَسْفَعًا لَنَسْفَعَنْ 4. Hamzah الْهَمْزَة Hamzah ditulis dalam bentuk alif, ya’, wau, atau seperti kepala ain. > Hamzah di awal kata ditulis dalam bentuk alif. Contoh أَنْعَمْتَ، اَلْاَنْهَارُ، اِبْنٌ > Hamzah di tengah kata ditulis menyesuaikan dengan harakat pada hamzah dan huruf sebelumnya. Urutan harakat terkuat antara hamzah dan huruf sebelumnya adalah kasrah, dhammah, fathah dan sukun. Ditulis dalam bentuk alif apabila mengacu pada harakat fathah; ditulis dalam bentuk ya’ apabila mengacu pada harakat kasrah; ditulis dalam bentuk wau apabila mengacu pada harakat dhammah. Contoh penulisan hamzah di tengah سَأَلَ، سُئِلَ، سُؤَالٌ > Adapula hamzah yang ditulis mufradah atau seperti kepala ain apabila berada diakhir kata dan sebelumnya adalah huruf sukun. Contoh مِلْءٌ، مَاءٌ، سُوْءٌ، شَيْءٌ Tapi ada penulisan hamzah di Al-Qur’an ada keluar dari ketentuan di atas diantaranya Al-Ma’arij 13 وَفَصِيلَتِهِ الَّتِي تُئْوِيْهِ تُؤْوِيْهِ Al-Isra 60 .... وَمَا جَعَلْنَا الرُّءْيَا الَّتِي أَرَيْنَاكَ إِلاَّ فِتْنَةً لِّلنَّاسِ ... الرُّؤْيَا Seharusnya pada Al-Ma’arij 13 dan Al-Isra 60 hamzahnya ditulis dengan bentuk wau. 5. Fashal dan Washal الْفَصْلُ وَالْوَصْل Yang dimaksud fashal atau washal adalah pemisahan atau penggabungan dalam penulisan. Istilah lainnya adalah maqthu’ dan maushul namun maksudnya sama. Dalam Al-Qur’an, ada dua kata yang ditulis bersambung, namun kadang pula ditulis terpisah. Contoh أَنْ لَّا – أَلَّا إِنْ لَمْ – إِلَّمْ أَنْ لَنْ – أَلَّنْ إِنْ مَّا – إِمَّا عَنْ مَّا – عَمَّا مِنْ مَّا – مِمَّا أَمْ مَّنْ – أَمَّنْ كُلّ مَا – كُلّمَا فِيْ مَا – فِيْمَا يَوْمَ هُمْ - يَوْمَهُمْ 6. Kata yang terdapat dua qiraat dan ditulis salah satunya. Apabila ada kata yang dibaca berbeda oleh para ahli qiraat, maka penulisannya hanya satu saja diambil dari yang paling banyak menggunakan. Contoh مَلِكِ يَوْمِ الدِّينِ Kata مَلِكِ pada mimnya tidak terdapat alif walaupun dibaca panjang dalam riwayat Imam Hafsh karena kebanyak qiraat membacanya dengan pendek. اهدِنَا الصِّرَاطَ الْمُستَقِيمَ Kata الصِّرَاطَ ditulis dengan shad walaupun dalam qiraat lain ada yang membacanya dengan sin. ... وَاللّهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ Pada Al-Baqarah 235, kata يَبْصُطُ ditulis dengan shad walaupun dalam riwayat Imam Hafsh dibaca dengan sin. Hal ini karena kebanyakan qiraat membacanya dengan shad. Artikel keren lainnya ContohKaidah Kebahasaan Setiap bahasa atau bagian-bagian dari bahasa memiliki ciri atau kaidah kebahasaan yang beragam. Ada juga yang memiliki kesamaan, tetapi tidak sedikit juga yang memiliki perbedaan. Untuk kaidah kebahasaan Bahasa Inggris misalnya, ada 8 unsur kaidah kebahasaan yang wajib untuk dipelajari agar lebih mudah untuk mempelajarinya.
Oleh Zainal Arifin Madzkur, Peneliti dan Pentashih di LPMQ Balitbang dan Diklat Kementerian Agama Pada 28 September 2018 Harian Republika cetak dan daring menulis pemberitaan hasil Mukernas Ulama Alquran yang dihelat di Bogor pada 25-27 September 2018 dengan judul Ulama Sepakati Perubahan 186 Kata dalam Alquran'. Beberapa saat setelah berita itu menyebar, para pembaca berita dan warganet gaduh dengan judul yang dinilai provokatif. Melihat kegaduhan di dunia maya, Harian Republika versi daring meralat judul pemberitaannya dengan menambahkan kata penulisan’, sehingga berubah menjadi Ulama Sepakati Perubahan Penulisan 186 Kata dalam Alquran'. Bahkan, Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran LPMQ juga mengeluarkan siaran pers dengan Nomor B-1774/ tentang Perubahan Penulisan Rasm 186 Kata dalam Mushaf Alquran Indonesia. Munculnya kegaduhan itu menurut hemat penulis dipicu dua problem sangat mendasar, yakni minimnya pengetahuan masyarakat tentang sejarah Mushaf Alquran Standar Indonesia dan terbatasnya pembahasan ilmu rasm Utsmani di Indonesia. Untuk itu, tulisan ini diharapkan dapat memberikan pengantar lebih objektif dalam mendudukkan Alquran sebagai mushaf dan rasm Utsmani yang menjadi landasan penulisannya di dunia Islam. Mushaf Alquran Standar Indonesia adalah mushaf Alquran yang dibakukan cara penulisannya rasm, harakat, tanda baca, dan tanda wakafnya berdasarkan hasil Musyawarah Kerja Muker Ulama Alquran I sampai IX 1974 sampai 1983 dan dijadikan pedoman penerbitan mushaf Alquran di Indonesia. Sebagaimana diketahui, mushaf-mushaf yang beredar di Indonesia pada 1970-an didominasi mushaf model Bombay. Mushaf itulah yang pada muker ulama Alquran, berlangsung sembilan tahun, banyak dijadikan pijakan. Yakni, pijakan untuk menyusun rumusan cara penulisan, harakat, tanda baca, dan tanda wakaf yang pada Muker IX/1983 ditetapkan dalam format baru, diberi nama, Mushaf Alquran Standar Indonesia atau Mushaf Standar Indonesia. Semua huruf yang dibaca, ditulis lengkap dengan harakat, sebaliknya yang tidak dibaca akan dihilangkan baris harakatnya. Pun demikian, tentang tanda-tanda wakaf yang tadinya mengenal adanya 12 tanda wakaf. Maka itu, dalam Mushaf Standar Indonesia yang disahkan menteri agama melalui KMA Nomor 25/1984 disederhanakan menjadi tujuh. Dalam sejarah perkembangan Alquran di Indonesia, kehadiran Mushaf Standar Indonesia dinilai cukup efektif dalam menyeragamkan semua cetakan dan penerbitan Alquran. Persoalan perbedaan penulisan, harakat, tanda baca, dan tanda wakaf nyaris tidak terulang. Bahkan, LPMQ yang berdiri sejak tahun 1957 pun dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam banyak hal semakin dimudahkan. Di sisi lain, LPMQ yang tadinya tim ad hoc sejak 2007 telah menjadi satuan kerja tersendiri. Upaya penelitian dan pengembangan terkait isu kealquranan juga sudah menjadi bahan kajian khusus, selain tugas dan fungsinya untuk mengeluarkan surat tanda tashih bagi setiap mushaf Alquran yang diterbitkan di Indonesia. BACA JUGA Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Klik di Sini
RasmUthmani ini juga dikenali sebagai Rasm Istilahi kerana dinisbahkan kepada para sahabat yang bertanggungjawab untuk menulis mashaf-mashaf dengan menggunakan rasm tersebut. Di samping itu, ia juga dinamakan sebagai Rasm Taufiqi kerana kebanyakan ulama berpendapat bahawa rasm tersebut merupakan kaedah yang diajarkan oleh Rasulullah s.a.w dan Abstract Rasm utsmani adalah jenis tulisan Al-Qur’an yang secara khusus diatur oleh Usman bin Affan pada masanya berdasarkan pelafalan qira'ah Al-Qur'an yang berbeda. Hingga hari ini, ada banyak pendapat tentang hukum penulisan Al-Qur'an di Rasm Utsmani. Yang pertama adalah kewajiban, karena Rasm Utsmani dikategorikan tauqifi, yang kedua tidak wajib berdasarkan pada Khat Rasm Utsmani, karena itu bukan tauqifi, yang ketiga adalah bahwa itu dapat ditulis berdasarkan peraturan arabiyyah dan sharfiyah, tetapi harus didasarkan pada Mushaf Al-Qur'an yang ditulis dalam Khat Rasm Utsmani saat dokumen disimpan. Berdasarkan pernyataan di atas, penelitian ini dilakukan untuk memeriksa dan menggambarkan konsep Rasm Utsmani dalam Mushaf al-qur'an. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode yang digunakan adalah studi literatur. Berdasarkan hasil, penelitian ini membahas tentang sejarah, regulasi dan penulisan Al-Qur'an dalam Rasm Utsmani. Karena diskusi sering terjadi pendapat yang berbeda di antara para ulama 'misalnya dalam konteks kelayakan penulisan di mana konsep penulisan Rasm Utsmani memiliki tiga kategori yaitu kesesuaian sepenuhnya, kesesuaian pemikiran, dan kesesuaian probabilitas, sehingga tidak sepenuhnya lengkap. sama. Prinsip itu diperlukan sebagai sumber pembacaan-penulisan Al-Qur'an. PDF Bahasa Indonesia How to Cite Fathul Amin. 2020. KAIDAH RASM UTSMANI DALAM MUSHAF AL-QUR’AN INDONESIA SEBAGAI SUMBER BELAJAR BACA TULIS AL-QUR’AN. Tadris Jurnal Penelitian Dan Pemikiran Pendidikan Islam, 141, 72-91.
Penggunaanrasm utsmani dalam penulisan Al-Qur`an menurut sebagian ulama merupakan hal yang wajib. Akan tetapi, dalam praktiknya kaidah penulisan Al-Qur`an memiliki ragam yang bermacam-macam. Pada kaidah rasm utsmani dikenal dua mazhab utama yaitu imam Abu Amr ad-Dani dan imam Abu Dawud Sulaiman bin Najjah, sedangkan al-Balansi, al-Syatibi, al-Kharraz, dan lain-lain dikategorikan sebagai
Uploaded bySiti Najihan 100% found this document useful 4 votes4K views24 pagesOriginal TitleKaedah Al-ibdal Dalam Penulisan Al-quran Rasm UthmaniCopyright© Attribution Non-Commercial BY-NCAvailable FormatsPPTX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?Is this content inappropriate?Report this Document100% found this document useful 4 votes4K views24 pagesKaedah Al-Ibdal Dalam Penulisan Al-Quran Rasm UthmaniOriginal TitleKaedah Al-ibdal Dalam Penulisan Al-quran Rasm UthmaniUploaded bySiti Najihan Full description

Ukuran(tolok ukur) dalam kaidah qira'at menurut mereka adalah sebagai berikut: 1. Kesesuaiannya dengan satu ragam dari beberapa macam ragam bahasa Arab, , sama saja apakah ia ragam bahasa Arab yang fasih atau afshah (lebih fasih). Karena qira'at adalah sunnah yang diikuti, wajib untuk diterima dan jalan untuk mengarah kepadanya adalah

ArticlePDF Available AbstractRasm 'Utsmānī is a model for writing the Koran which was agreed during the Khalifah "Utsmān bin 'Affān by copying the manuscripts that had been collected at the time of Khalifah Abu Bakr al Shiddīq into several manuscripts. Then the manuscripts sent to various Islamic areas along with the qurrā` to be used as guidelines by the Muslims. Scholars have different views regarding the 'Utsmāni rasm as something that must be followed or not. Scholars have three opinions. First, Rasm 'Utsmān is tauqifī based on guidance from the Prophet SAW and cannot violate it and must be followed by Muslims. Second, Rasm 'Utsmān is ijtihad but still must be followed by Muslims and must not violate it. Third, Rasm 'Utsmān is just a given term which may be violated if it is agreed by a generation to use another model of rasm. There are several rules contained in this 'Utsmānī rasm, one of them is the al hazf letter removal rule. The rules of al-hazf are broadly divided into three, such as hazf isyārah, hazf ikhtishār, and hazf iqtishār. From these three models, it can be seen that some letters were discarded, namely alif, waw, yā`, lām, and nun. Each of these letters has its own provisions in its writing in the Qur'an and has secrets that can be known through in-depth study. ABSTRAK Rasm Utsmānī merupakan model penulisan al-Qur`an yang disepakati pada masa Khalifah “Utsmān bin Affān dengan menyalin mushaf yang telah dikumpulkan pada masa Khalifah Abu Bakar al Shiddīq ke dalam beberapa mushāf. Lalu dikirim ke berbagai wilayah Islam bersama dengan para qurrā` untuk dijadikan pedoman oleh kaum muslimin. Ulama berbeda pandangan dalam melihat rasm Utsmāni sebagai sesuatu yang wajib diikuti atau tidak. Ada tiga pendapat ulama. Pertama, Rasm Utsmānī bersifat tauqīfī berdasarkan bimbingan dari Nabi SAW dan tidak boleh menyalahinya serta wajib diikuti oleh kaum muslimin. Kedua, Rasm Utsmānī bersifat ijtihad namun tetap wajib diikuti oleh kaum muslimin serta tidak boleh menyalahinya. Ketiga, Rasm Utsmānī hanyalah sebuah istilah yang diberikan yang boleh saja menyalahinya jika memang disepakati oleh suatu generasi untuk menggunakan model rasm yang lain. Ada beberapa kaidah yang terdapat dalam rasm Utsmānī ini, salah satunya adalah kaidah al hazf pembuangan huruf. Kaidah al hazf ini secara garis besar terbagi tiga yaitu hazf isyārah, hazf ikhtishār, dan hazf iqtishār. Dari ketiga model ini terlihat ada beberapa huruf yang dibuang yaitu alif, waw, yā`, lām, dan nūn. Masing- masing huruf tersebut memiliki ketentuan- ketentuan tersendiri dalam penulisannya dalam al-Qur`an dan mempunyai rahasia yang dapat diketahui melalui kajian yang mendalam. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. JURNAL ILMIAH AL MU’ASHIRAH Media Kajian Al-Qur'an dan Al-Hadits Multi Perspektif Vol. 18, No. 2, Januari 2021 Hal 83-96 p-ISSN 1693-7562 e-ISSN 2599-2619 Kaidah Al Hazf dalam Rasm Utsmānī Misnawati Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh Email misnawati ABSTRACT Rasm 'Utsmānī is a model for writing the Koran which was agreed during the Khalifah "Utsmān bin 'Affān by copying the manuscripts that had been collected at the time of Khalifah Abu Bakr al Shiddīq into several manuscripts. Then the manuscripts sent to various Islamic areas along with the qurrā` to be used as guidelines by the Muslims. Scholars have different views regarding the 'Utsmāni rasm as something that must be followed or not. Scholars have three opinions. First, Rasm 'Utsmān is tauqifī based on guidance from the Prophet SAW and cannot violate it and must be followed by Muslims. Second, Rasm 'Utsmān is ijtihad but still must be followed by Muslims and must not violate it. Third, Rasm 'Utsmān is just a given term which may be violated if it is agreed by a generation to use another model of rasm. There are several rules contained in this 'Utsmānī rasm, one of them is the al hazf letter removal rule. The rules of al-hazf are broadly divided into three, such as hazf isyārah, hazf ikhtishār, and hazf iqtishār. From these three models, it can be seen that some letters were discarded, namely alif, waw, yā`, lām, and nun. Each of these letters has its own provisions in its writing in the Qur'an and has secrets that can be known through in-depth study. Keywords hazf al hurūf, Rasm Utsmānī. ABSTRAK Rasm Utsmānī merupakan model penulisan al-Qur`an yang disepakati pada masa Khalifah “Utsmān bin Affān dengan menyalin mushaf yang telah dikumpulkan pada masa Khalifah Abu Bakar al Shiddīq ke dalam beberapa mushāf. Lalu dikirim ke berbagai wilayah Islam bersama dengan para qurrā` untuk dijadikan pedoman oleh kaum muslimin. Ulama berbeda pandangan dalam melihat rasm Utsmāni sebagai sesuatu yang wajib diikuti atau tidak. Ada tiga pendapat ulama. Pertama, Rasm Utsmānī bersifat tauqīfī berdasarkan bimbingan dari Nabi SAW dan tidak boleh menyalahinya serta wajib diikuti oleh kaum muslimin. Kedua, Rasm Utsmānī bersifat ijtihad namun tetap wajib diikuti oleh kaum muslimin serta tidak boleh menyalahinya. Ketiga, Rasm Utsmānī hanyalah sebuah istilah yang diberikan yang boleh saja menyalahinya jika memang disepakati oleh suatu generasi untuk menggunakan model rasm yang lain. Ada beberapa kaidah yang terdapat dalam rasm Utsmānī ini, salah satunya adalah kaidah al hazf pembuangan huruf. Kaidah al hazf ini secara garis besar terbagi tiga yaitu hazf isyārah, hazf ikhtishār, dan hazf iqtishār. Dari ketiga model ini terlihat ada beberapa huruf yang dibuang yaitu alif, waw, yā`, lām, dan nūn. Masing- masing huruf tersebut memiliki ketentuan- ketentuan tersendiri dalam penulisannya dalam al-Qur`an dan mempunyai rahasia yang dapat diketahui melalui kajian yang mendalam. Kata Kunci hazf al hurūf, Rasm 'Utsmānī. Misnawati Kaidah Al Hazf dalam Rasm Utsmānī 84 A. Pendahuluan Al Qur'an merupakan kitab samawi yang mendapat perhatian lebih dalam penjagaan dan pemeliharaannya bila dibandingkan dengan kitab samawi lainnya. Al Qur'an merupakan wahyu Allah  yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad  secara berangsur- angsur dalam kurun waktu lebih kurang 23 tahun dalam masa kerasulannya agar menjadi pedoman hidup umat manusia. Salah satu manfaat diturunkan al Qur'an secara berangsur- angsur agar memberi kemudahan dalam memelihara, menghafal, menulis, dan memahaminya. Al Qur'an mempunyai metode khusus dalam penulisannya yang berbeda dengan tulisan yang beredar dalam masyarakat. Para ulama membagi model penulisan itu kepada tiga macam 1 Khath Ishthilāhī atau rasm imlā`ī yaitu menuliskan kata sebagaimana diucapkan, atau rasm yang kaidah-kaidahnya itu berdasarkan apa yang telah ditetapkan oleh ulama Basrah dan Kufah dengan berpegang kepada rasm Utsmānī dan ilmu Nahw dan Sharf. Rasm ini disebut juga dengan rasm qiyāsī 2 Khath 'Utsmānī atau rasm 'Utsmānī yaitu rasm yang disandarkan kepada 'Utsmān bin 'Affān  yang dengannya mushaf al Qur'an ditulis atau rasm khusus menulis ayat- ayat dan kata- kata al Qur`an pada periode penulisan dan pengumpulan al Qur`an yang masa khalifah Utsman merupakan periode akhir penulisannya. Rasm ini dikenal juga dengan rasm mushafī atau rasm qurānī. 3 Rasm Arūdhī yaitu rasm yang dijadikan pedoman oleh ahli Arūdh dalam merangkai syair yang bersandar pada apa yang didengar, tidak berdasarkan arti Al Farmāwī, 2004 165 dan Sofiah Shamsuddin, 2006 177. Tulisan ini hanya mengkaji model tulisan yang kedua yaitu rasm 'Utsmānī, khususnya berkaitan dengan hazf al hurūf pembuangan huruf. Kajian tentang rasm Utsmānī ini sudah banyak dikaji dari berbagai sudut pandang. Zaenal Arifin Madzkur melihat motif awal sejarah kodifikasi Mushaf al Qur`an di masa Utsman terlepas dari dorongan untuk menghindari perbedaan qira`at al Qur`an yang semakin meruncing seiring meluasnya kekuasaan Islam. Ia juga berpendapat bahwa keberadaan tiga varian hukum penulisan mushaf al Qur`an dengan rasm 'Utsmānī, sudah sepatutnya dapat menjadi penengah dalam menyatukan persepsi umat Islam menyangkut ketauqifian rasm 'Utsmānī menurut pendapat jumhur ulama agar tidak lagi menjadi isu profokatif untuk mengulang perselisihan masa lalu Zaenal Arifin Madzkur, 2011 22. Di sisi lain Mohammad Ikram bin Mohd Nor dan Mohd Faizulamri bin Mohd Saad berpandangan bahwa kajian tentang rasm 'Utsmānī pada kaedah al-hazf terjadi perbedaan kalimat yang berlaku dan bukanlah sesuatu yang bersifat istilahi yang ditulis mengikut keinginan manusia. Bahkan ia bersifat tauqīfī yang merupakan sesuatu yang diperintahkan oleh Allah  melalui Rasul . Sekiranya itu ijtihad para sahabat semata-mata maka sudah tentu huruf-huruf al Qur`an itu bukanlah suatu mukjizat. Jika hal ini berlaku, sudah tentu al-Qur`an mengalami perubahan dan penyelewengan Mohammad Ikram bin Mohd Nor dan Mohd Faizulamri bin Mohd Saad, 2017 29. Berdasarkan pemikiran di atas maka yang menjadi fokus penelitian di sini hanya terbatas pada kaidah al hazf. Maka pertanyaan yang muncul Apakah yang dimaksud dengan JURNAL ILMIAH AL MU’ASHIRAH Media Kajian Al-Qur'an dan Al-Hadits Multi Perspektif Vol. 18, No. 1, Januari 2021 85 rasm Utsmānī? Bagaimana pandangan ulama tentang rasm Utsmānī? Bagaimana kaidah- kaidah al hazf dalam rasm `Utsmānī? Hal- hal inilah yang akan dikaji dalam penelitian ini. B. Pembahasan 1. Pengertian Rasm 'Utsmānī Secara bahasa rasm merupakan masdar dari kata  ». Dalam kamus al mu'jam al wasīṭ kata rasm diartikan dengan   yang berarti tulisan, seperti dalam kata » Ibrahīm Muѕṭafā dkk, tt 344 yang berarti menulis di kertas dan menulis buku. Dalam kitab Lisān al 'Arab kata rasm juga mempunyai makna » yang berarti bekas atau sisa peninggalan Ibnu Mandlūr , tt 241. Kata 'Utsmānī, yaitu kata yang disandarkan kepada nama khalifah ketiga 'Utsmān bin 'Affān dengan menambah yā' nisbah di akhir nama tersebut. Dengan demikian, Rasm 'Utsmānī menurut bahasa dapat diartikan dengan tulisan al Qur`an yang ada pada masa khalifah 'Utsmānī bin 'Affān. Sedang menurut istilah atau terminologi Rasm Utsmānī memiliki beberapa pengertian. Mannā’ al Qaththān berpandangan bahwa Rasm Utsmānī adalah pola penulisan al Qur`an yang menggunakan metode khusus yang diikuti oleh Zaid bin Tsābit bersama tiga orang Qurasisy lainnya yang disetujui oleh Utsmān pada saat pengkodifikasian al Qur`an di masa kekhalifahannya Al Qaththān, 2000 146. Al Farmāwī berpandangan bahwa penamaan rasm 'Uṡmānī karena disandarkan kepada Khalifah Utsman dengan merujuk kepada naskah beliau dalam menggeneralisasi dan menyebarkan rasm ini setelah sampai masa-masa penulisan mushaf dengan metode khusus dalam penulisannya bukan karena beliau yang menciptakannya atau karena berbeda dengan rasm yang ada pada tangan Nabi SAW Al Farmāwī, 2004 166- 167. Sementara ѕubhī al ѕālih berpendapat bahwa Rasm Utsmānī adalah metode khusus yang dijadikan pedoman oleh panitia empat yaitu Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Al- Ash dan Abd Ar-Rahman bin Al-Harits, dalam menghasilkan beberapa mushaf yang dikirim ke beberapa kota besar pada masa kekhalifahan Utsmān dan disetujui olehnya dalam penulisan kata-kata dan huruf- huruf al Qur`ān Subhī al Sālih, 2005 275. Naskah mushaf Utsmānī merupakan naskah yang ditulis pada periode awal penulisan mushaf tanpa ada tanda baca yang berupa titik pada huruf nuqath al-i’jām dan harakat nuqath al-i’rāb. Hal ini didasarkan pada watak dasar orang-orang Arab yang masih murni dan belum bercampur dengan bahasa lainnya, sehingga mereka tidak membutuhkan baris dan titik. Al Qaththān, 2000 150. Karena itu Khalifah Utsman mengambil cara tersebut agar rasm tulisan itu dapat mengakomodir berbagai qira’at yang diterima dan diajarkan oleh Rasulullah . Ketika naskah-naskah itu dikirim ke berbagai wilayah, semuanya pun menerima langkah tersebut, lalu kaum muslimin pun menyalin kembali naskah-naskah tersebut untuk keperluan pribadi mereka masing-masing tanpa adanya penambahan titik ataupun harakat terhadap kata-kata dalam mushaf tersebut Dian Febrianingsih, 2016 300. Dinamakan Rasm Utsmānī bukan karena khalifah Utsmān yang menciptakannya, namun beliaulah yang mempopulerkan rasm ini dengan cara menyalin suhuf Abu Bakar kepada beberapa mushaf standard yang dikirim ke beberapa kota besar Islam untuk menjadi pedoman orang-orang Islam di kota tersebut dalam membaca al Qur`an. Sebenarnya rasm Misnawati Kaidah Al Hazf dalam Rasm Utsmānī 86 ini adalah rasm penulisan suhuf Abu Bakar dan penulisan al Qur`an pada zaman Rasulullah . Cara penulisan tidak semuanya sama antara tulisan dan ucapan, hal ini karena memiliki beberapa bentuk tulisan, dikarenakan beberapa sebab dan hikmah yang sebagiannya dapat diketahui dan yang lainnya tidak Al-Hamidy, 2018 121. 2. Pandangan Ulama tentang Rasm Utsmānī Ulama berbeda pendapat dalam melihat rasm Utsmānī sebagai sesuatu yang wajib diikuti atau tidak oleh ummat Islam. Perbedaan tersebut berkaitan dengan persoalan tauqīfī dan ijtihādī. Ada tiga pendapat yang masyhur yang berkaitan dengan rasm Utsmānī ini yaitu 1 Jumhur ulama berpendapat bahwa penulisan al Qur`an dengan menggunakan Rasm Utsmānī adalah bersifat tauqīfī berdasarkan petunjuk dan bimbingan dari Nabi  dan wajib diikuti serta tidak boleh menyalahinya meskipun ada yang tidak sesuai dengan kaidah Nahwu dan Sharf, bahkan bagi orang yang kurang memahami al Qur`an bila tidak diberi harakat bisa menyebabkan kesalahan bacaan. Mereka yang berpendapat demikian di antaranya Malik bin Anas w. 179 H, Yahya al-Naisābūri w. 226 H, Ahmad bin Hanbal w. 241 H0, Abu Amr al-dhani w. 444 H, al-Baihaqi w. 457 H, Muhammad al Sakhawi w. 643 H, Ibrahim bin Umar al-Ja’biri w. 732 H. Bahkan imam Ahmad Ibn Hanbal dan Imam Malik berpendapat bahwa haram hukumnya menulis al-Qur’an menyalahi rasm Utsmānī Zaenal Arifin Madzkur, 2011 21. 2 Rasm Utsmānī bersifat ijtihādī artinya bukan berdasarkan petunjuk dan bimbingan dari Nabi  tapi berdasarkan ijtihad para sahabat yang merupakan kesepakatan cara penulisan yang disetujui oleh Utsmān bin Affān dan diikuti dan diterima oleh ummat. Dan ini wajib diikuti dan ditaati oleh siapa saja yang menulis al Qur’an. Tidak ada yang boleh menyalahi dan berbeda dengannya Sofiah Shamsuddin, 2006 178. 3 Rasm Utsmānīhanyalah sebuah istilah yang boleh saja menyalahinya apabila suatu generasi sepakat untuk menggunakan cara tertentu dalam menulis al Qur`an yang berbeda dengan rasm Utsmānī.Rasm tersebut sudah dikenal luas di kalangan mereka. Abū Bakr al Bāqillānī w. 403 H, dalam kitabnya al-Intishār berpendapat bahwa dalam hal tulisan, Allah tidak mewajibkan sedikitpun kepada ummat, atau kepada para juru tulis al Qur`an dan para kaligrafer mushaf suatu bentuk tulisan tertentu dan meninggalkan bentuk tulisan lainnya. Mengingat kewajiban tersebut hanya dapat diketahui melalui pendengaran dan tauqīfī. Dalam nash-nash al Qur`an, Sunnah, Ijma’, maupun qiyas syar’i tidak ada penjelasan khusus berkaitan dengan bentuk tulisan yang harus diikuti dan tidak boleh ditinggalkan. Bahkan, Sunnah menunjukkan kebolehan menulis mushaf menurut cara yang mudah. Karena Rasulullah  dahulu menyuruh mereka menulis mushaf tanpa menjelaskan bentuk tertentu. Karena itu terjadilah perbedaan khath-khath mushaf. Di antara mereka ada yang menulis kata berdasarkan makhraj al lafzh dan ada juga yang menambah atau mengurangi berdasarkan pengetahuannya karena memang itu merupakan sebuah istilah Sofiah Shamsuddin, 2006 178. JURNAL ILMIAH AL MU’ASHIRAH Media Kajian Al-Qur'an dan Al-Hadits Multi Perspektif Vol. 18, No. 1, Januari 2021 87 Jadi di sini terlihat bahwa seorang penulis al Qur`an bebas memilih bentuk tulisan tanpa harus terikat dengan rasm Utsmānī dan juga memberikan kemudahan kepada para pemula yang sedang belajar membaca al Qur`an tanpa merasakan adanya perbedaan antara rasm Utsmānī dan rasm imlā`i. Kalau kita merujuk kepada tiga pendapat di atas, pendapat kedua merupakan pendapat yang lebih aman dari kemungkinan terjadinya perubahan dan pergantian huruf al Qur`an sehingga al Qur`an tetap terpelihara sepanjang masa dan tetap terjaga keotentikannya sampai hari kiamat. Seandainya diizinkan menulis al Qur`an dengan rasm imlā`i maka dikhawatirkan akan terjadinya perubahan mushaf dari waktu ke waktu karena memang rasm imlā`i itu kecenderungannya berbeda-beda pada waktu yang sama dan beberapa kata antara satu negara dengan negara lainnya juga berbeda. 3. Kaidah Hazf dalam Rasm Utsmānī Pada dasarnya bahasa Arab ditulis sesuai dengan bentuk pengucapannya, tanpa terjadi pengurangan, penambahan, pergantian maupun perubahan. Akan tetapi terdapat beberapa penyimpangan pola penulisan dalam mushaf Utsmani yang berbeda dengan tulisan Arab pada umumnya sehingga terdapat huruf yang ditulis kurang sesuai dengan pengucapannya, hal itu dilakukan untuk tujuan yang mulia pada masa setelahnya Al-Zarqānī, 1995 300 dan Fathul Amin, 2020 76. Rasm Utsmānī ini memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan rasm lainnya. Ada beberapa kaidah penulisan rasm Utsmānī yaitu al hazf pembuangan, al ziyādah penambahan, al hamz hamzah, al ibdāl penggantian, al washl dan al fashl penyambungan dan pemisahan, dan yang bisa dibaca dengan dua model qira`at atau dua bunyi Rosihon Anwar, 2013 49. Fokus kajian disini hanya kaidah hazf pembuangan atau penghilangan. Kaidah ini seperti membuang atau menghilangkan huruf-huruf hijaiyyah tertentu dalam pola kalimat pada al Qur`an. Kata al hazf secara bahasa mempunyai makna » yang mempunyai makna pengurangan atau penghilangan Al Dlabbā’, tt 31. Sedangkan secara istilah memiliki pengertian adanya bunyi suara yang diucapkan tanpa ada bentuk tulisan Al Hamad, 2012 105. Hazf ini terbagi ke dalam 3 jenis yaitu 1 Hazf Isyārah yaitu hazf yang sesuai dengan sebahagian qira`at mutawatir. Contohnya seperti dalam surat al Baqarah ayat 51 . Ayat ini dibaca dengan membuang alif yang terletak setelah huruf waw pada kata . Dibuangnya huruf alif sebagai isyarat kepada qirā’at hazf. Ulama yang membaca dengan membuang alif setelah waw dari kata al wa’d yaitu Abū Ja’far, Abū Amr, Ya’qūb, al Yazīdī, dan Ibnu Muhaishin. Sedangkan ulama lainnya membaca dengan menyebutkan alif dari kata al muwā’adah 2 Hazf Ikhtishār yaitu hazf yang tidak terbatas pada sebuah kata tanpa padanannya, seperti yang ada pada struktur kata jama’ muzakkar salīm dan jama’ muannats salīm. Tujuannya untuk meringkas atau mempersingkat kata. Contohnya seperti yang terdapat pada surat al Ahzāb ayat 35 Misnawati Kaidah Al Hazf dalam Rasm Utsmānī 88               3 Hazf Iqtishār yaitu hazf yang terbatas pada sebuah kata atau beberapa kata tertentu tanpa melibatkan kata lainnya. Hazf ini khusus pada alif sesudah ain yang hanya ada di surat al Anfāl ayat 42, sedangkan di tempat lainnya ditetapkan alif. Contohnya    Kata al mī’ād dalam ayat tersebut dibuang alif setelah ain Al Farmāwī, 2004 179, Al Hamad, 2012 105 dan Sya’bān Muhammad Ismā’īl, 2012 37 Secara umum ada lima huruf yang dibuang dalam rasm Utsmānī yang terdapat dalam al Qur`ān yaitu huruf alif, yā`. waw, dan lām. serta nūn. Huruf yang paling banyak dibuang adalah huruf alif, yā`, waw. Huruf yang dibuang tersebut adakalanya terletak di tengah maupun di akhir. Huruf alif yang dibuang umumnya terletak di tengah kata, sedangkan huruf waw dan yā` umumnya terletak di akhir kata kecuali apabila berkumpul dua buah huruf waw atau yā` di tengah kata, maka dibuang salah satunya. a. Membuang huruf alif. Dihilangkannya huruf alif dalam al Qur`an terbagi dua cara 1. Pada tempat-tempat yang ada kaidah, rumus, atau aturan. 2. Pada tempat yang tidak ada kaidahnya. 1. Membuang huruf alif pada tempat- tempat yang ada kaidah tertentu terdapat pada a Dhamīr mutakallim ma’a al ghair atau dhamīr rafa’ muttashilapabila bersambung dengan dhamīr nasab. Contohnya seperti yang terdapat dalam surat al Baqarah ayat 50  Huruf alif yang terletak setelah huruf nūn pada kata . b Jama’ mudzakkar salīm. Sesudah alif tidak terdapat tasydid atau hamzah. Contohnya seperti yang terdapat dalam surat al Fātihah ayat 2  Huruf alif setelah ain pada kata  dibuang. c Jama’ muannats salīm. Contohnya seperti yang terdapat pada surat al Ahzāb ayat 35. Huruf alif yang terletak setelah huruf nūn pada kata  dibuang. Kata ini hanya mempunyai satu alif. Termasuk juga jika berkumpul 2 alif pada jama’ ini. Contohnya , . Dua alif juga dibuang jika setelah alif pertama terdapat huruf hamzah atau tasydid. Contohnya  . Ada 3 pendapat yang ada dalam sebagian mushaf Madinah dan Iraq Pertama, tetap menulis huruf alif yang pertama dan menghilangkan alif yang kedua. Kedua, menghilangkan yang pertama dan menetapkan alif yang kedua. Ketiga, tetap menulis keduanya. Namun pendapat ini lemah. Yang JURNAL ILMIAH AL MU’ASHIRAH Media Kajian Al-Qur'an dan Al-Hadits Multi Perspektif Vol. 18, No. 1, Januari 2021 89 rājih adalah tetap menghilangkan kedua alif tersebut secara bersamaan Al Dlabbā’, tt 36. d Alif tatsniah yang terletak di tengah kata baik berupa isim atau fi’il. Contohnya seperti yang terdapat dalam surat al Mā`idah ayat 107         Huruf alif sesudah huruf yā` pada kata  dibuang karena mengandung dua cara membacanya Al Dlabbā’, tt 37. e Ism a’jamiyyah nama- nama benda nonArab yang lebih dari tiga huruf. Ada 21 nama benda a’jam yang terdapat dalam al Qur`an. Contohnya   . Ulama sepakat bahwa nama-nama tersebut ditulis dengan dibuang huruf alifnya. Sedangkan untuk kata    , Ulama sepakat untuk menulis huruf alifnya. Sementara ulama berbeda pendapat untuk kata-kata   , Abu Daud memilih dengan menghilangkan huruf alif, sedangkan Al-Dānī tidak menghilangkan huruf alif. Al Dhabbā’, tt 38, Al Farmāwī, 2004 180, Al Hamad, 2012 106- 108 dan Al Zarkasyī, 1988 471-472. 2. Membuang huruf alif pada tempat-tempat yang tidak ada kaidahnya, hanya terdapat di sebagian kecil saja baik diulang-ulang atau tidak. Model seperti ini ada pada semua huruf mu’jam kamus atau huruf hujaiyyah. Contohnya  Selain itu juga terdapat pada beberapa tempat seperti a Kalimat basmalah, baik kalimat tersebut lengkap atau tidak. Contohnya     dan pada surat Hūd ayat 41   b Lafazh Allah.  c Setelah huruf lām atau antara dua huruf lām. Contohnya seperti yang terdapat dalam surat al Nisā` ayat 176    Huruf alif yang terletak setelah huruf lām pada kata  dibuang karena terletak antara dua buah huruf Semua kata bilangan. Contohnya seperti yang terdapat dalam surat al kahf ayat 25     Huruf alif yang terletah sesudah huruf lām pada kata  sudah dibuang. e Semua bentuk jama’ taktsīr. Contohnya   Mūsā Syāhain Lāsyain, 2002 70. f Ha tanbīh. Contohnya seperti yang terdapat pada surat Āli Imrān ayat 66   Huruf alif yang terletak setelah huruf ha yang menunjukkan peringatan pada  dibuang. g Yā nidā` ya seruan. Contohnya seperti yang terdapat dalam surat al Baqarah ayat 21 Huruf alif yang terletak setelah yā` yang menunjukkan seruan pada  dibuang. Rosihan Anwar, 2013 49. Selain itu alif pada akhir kata tidak dibuang kecuali pada kata  yang ada pada tiga tempat yaitu dalam surat al Nūr ayat 31 , al Zukhrūf ayat 49 Misnawati Kaidah Al Hazf dalam Rasm Utsmānī 90  , dan al Rahmān ayat 31 . Abu Daud berpandangan bahwa dibuangnya alif pada kata tersebut karena kata itu sendiri, sedangkan Al Ja’barī berpendapat karena kata tersebut dibaca dalam beberapa qira’at. Al Māraghanī melihat ada 3 alasan dibuang alif pada kata  di tiga tempat tersebut yaitu sebagai isyarat dari qira’at Ibnu Āmir, menulis dengan lafadh yang bersambung, dan menyesuaikan dengan harakah fathah sebelumnya dengan huruf alif sebagaimana menyesuaikan harakat dhammah dengan huruf waw dan harakat kasrah dengan huruf yā` Al Hamad, 2012 109, 210. Dengan demikian, dibuangnya huruf alif umumnya untuk mempersingkat kata, menyesuaikan dengan harakat dari huruf sebelumnya, dan juga untuk mengurangi huruf mad atau huruf illat. b. Membuang huruf yā`. Huruf yā` adakalanya huruf asli dan terkadang huruf tambahan zā`idah dan hanya untuk kasrah. Pembuangan huruf yā` dalam al-Qur`an terdapat dalam beberapa kata. Tidak ada aturan khusus dalam pembuangan huruf ini, namun para ulama juga membuat ketentuan-ketentuan tersendiri berupa 1 Huruf yā` dibuang apabila terletak di tengah kata dan berkumpul dengan huruf yā` lainnya. Contohnya seperti terdapat dalam surat al Mā`idah ayat 111       Huruf yā` yang terletak sesudah yā` juga pada kata   » pada ayat di atas sudah dibuang. 2 Huruf yā` dihilangkan di setiap kata yang di akhirnya terdapat dua buah huruf yā`, dan huruf yā` yang kedua sukun. Contohnya seperti yang terdapat dalam surat al Baqarah ayat 26      Huruf yā` yang ada pada kata  di sini dibuang. Di sisi lain ada juga huruf yā` yang kedua yang berharakah. Contohnya seperti yang terdapat dalam surat al A’rāf ayat 196     Huruf yā` pada kata  dibuang. Dalam hal ini dikecualikan huruf yā` yang bersambung dengan dhamīr. Contohnya seperti yang terdapat dalam surat al Baqarah ayat 28    Kata  di sini, huruf yā`nya tidak dibuang karena huruf yā` tersebut bersambung dengan Huruf yā` yang asli dihilangkan pada akhir beberapa kata karena adanya huruf yang berbaris sukun atau mati setelahnya, atau karena waqaf. Contohnya seperti yang terdapat dalam surat al Nisā` ayat 146   Kata  » dalam ayat di atas, huruf yā`nya dihilangkan karena setelahnya ada huruf mati. Dihilangkan huruf tersebut karena di sini Allah akan memberikan kepada orang JURNAL ILMIAH AL MU’ASHIRAH Media Kajian Al-Qur'an dan Al-Hadits Multi Perspektif Vol. 18, No. 1, Januari 2021 91 beriman sesuatu yang tidak nampak di dunia hingga berlanjut di akhirat yang hanya diketahui karena iman dan penyerahan diri kepada Allah. Penghilangan huruf tersebut sebagai tanbīh peringatan Al Farmāwī, 183 dan Al Zarkasyī, 485. 4 Huruf yā` dihilangkan pada akhir-akhir ayat agar sesuai dengan baris kasrah sebelumnya baik dia itu dhamīr maf’ūl, idlāfah, atau yā` yang asli Al Hamad, 2012 111- 112 dan Al Zarkasyī, 1988 478- 486. Model ini ada di 10 tempat. Contohnya seperti yang terdapat dalam surat al Baqarah ayat 40       Kata  dalam ayat di atas sudah dihilangkan huruf yā` yang terletak di akhir kata tersebut. Huruf yā` dalam ayat tersebut adalah zā`idah tambahan. 5 Huruf yā` dihilangkan jika berupa dhamīr al mutakallim kata ganti orang pertama tunggal yang disandarkan kepada ism munādā kata yang menunjukkan panggilan. Contohnya seperti yang terdapat dalam surat al Mā`idah ayat 20   Kata  pada ayat di atas sudah dibuang yā`nya karena ia berupa kata ganti orang pertama tunggal. Namun di sisi lain ada tiga tempat lainnya yang huruf yānya ditulis. Contohnya dalam surat al Ankabūt ayat 56    dan dalam surat al Zumar ayat 53      serta dalam surat al Zukhruf ayat 68    Huruf yā` dalam kata  di surat al Ankabūt ayat 56 dan surat al Zumar ayat 53 di atas tidak dihilangkan, sementara dalam surat al Zukhruf ayat 68, di sebahagian mushaf huruf yā` ditulis dan sebahagian lainnya dihilangkan. Contohnya ada di dalam mushaf Madinah Al Hamad, 2012 113. 6 Huruf yā` dihilangkan di sejumlah kata yang tidak ada sebab yang jelas kecuali untuk menyesuaikan dengan harakah kasrah, atau bukan karena munādā, manqūsh, dan bertemu dengan harakah sukun, serta bukan akhir ayat. Contohnya seperti yang terdapat dalam surat al Baqarah ayat 186               Huruf yā` yang terletak sesudah huruf nūn dalam kata » dibuang dalam penulisannya karena menunjukkan kepada doa yang termasuk perkara yang ghaib disertai dengan keikhlasan yang tersembunyi Al Zarkasyī , 479. 7 Beberapa mushaf berbeda dalam penghapusan huruf yā`. Jenis ini ada di lima belas tempat yang terdapat dalam mushaf Irak dan Syam. Sementara dalam mushaf Madinah dan Makkah tetap ditulis huruf yā` Al Hamad , 113. Misnawati Kaidah Al Hazf dalam Rasm Utsmānī 92 Umumnya dibuang huruf yā` dalam mushaf itu tujuannya untuk menyesuaikan dengan baris sebelumnya yang kasrah untuk memberi keringanan dalam membaca al-Qur`an dan ini bahasa yang ma’ruf di kalangan orang Arab. Ada juga karena perbedaan qira`at dimana sebagian qira`at membuangnya dan sebagiannya lagi menetapkannya. Di antara para ahli qira`at ada yang menghilangkannya baik karena untuk menyambungnya atau karena berhenti. Dan ada juga yang tetap menulisnya karena menyambungnya dan menghilangkannya karena waqaf atau berhenti. Alasan dihilangkannya huruf yā` karena washal dan waqaf untuk mengikuti rasm tersebut, menyesuaikan dengan harakat kasrah, dan melakukan waqaf di tempat berlakunya washal. Sedangkan alasan tetap ditulis huruf yā` baik karena washal maupun waqaf karena dia merupakan huruf asli. Sementara orang yang menetapkan huruf yā` karena ingin menyambungnya dan menghilangkannya karena ingin mewaqafkannya dengan alasan karena huruf tersebut mengikuti asli ketika washal, dan mengikuti tulisan mushhaf ketika menghentikan bacaan; dan karena kebanyakan tulisan ditulis dengan menyesuaikan dengan waqaf dan ibtidā` memulai bacaan. Maka tatkala huruf yā tidak ditetapkan dalam tulisan maka dia dihilangkan daalam waqaf; dan karena mengikuti rasm Ismā’īl, 2012 46. c. Membuang huruf waw. Huruf waw dihilangkan dari sebuah kata untuk disesuaikan dengan harakat dhammah yang bertujuan untuk memberi keringanan. Huruf tersebut dihilangkan dalam mushaf pada beberapa kata dengan kriteria-kriteria berikut 1 Apabila dua buah huruf waw berkumpul dalam satu kata dan huruf waw yang kedua berharakah sukun setelah dhammah, maka salah satu dari keduanya tidak ditulis. Contohnya seperti yang terdapat dalam surat al Syu’arā` ayat 224   Huruf waw pada kata » pada ayat di atas sudah dibuang. 2 Apabila huruf waw adalah gambaran dari huruf hamzah dan setelahnya ada huruf waw yang lain maka huruf waw tersebut dihilangkan. Contohnya seperti yang terdapat dalam surat al Isrā` ayat 34   Huruf waw dalam kata  sudah dihilangkan. Demikian juga apabila huruf waw tersebut bentuk dari huruf hamzah yang terletak di antara dua buah huruf waw maka huruf wawnya juga dibuang dan salah satu dari dua buah huruf waw yang bersamanya juga dibuang. Contohnya seperti yang terdapat dalam surat al Takwīr ayat 8  Huruf waw pada kata » sudah dihilangkan Al Farmāwī, 2004 184- 185. Jadi di semua mushaf, kata ini ditulis dengan satu waw dan dibuang huruf waw yang lainnya dengan dua syarat a. Jika huruf waw yang kedua terletak setelah harakat dhammah. b. Jika huruf waw tersebut berdampingan dengan dua buah huruf waw dalam tulisan baik secara nampak maupun yang taqdirnya. 3 Huruf waw dibuang pada akhir fi’l kata kerja pada 4 tempat yaitu a. Surat al Isrā` ayat 11 pada kata  JURNAL ILMIAH AL MU’ASHIRAH Media Kajian Al-Qur'an dan Al-Hadits Multi Perspektif Vol. 18, No. 1, Januari 2021 93    b. Surat al Syūrā ayat 24 pada kata    c. Surat al Qamar ayat 6 pada kata   d. Surat al Alaq ayat 18 pada kata    Menurut Al Farmāwī, dibuangnya huruf waw pada keempat kata kerja mempunyai rahasia tersendiri sebagai tanbīh peringatan dari cepatnya terjadi pekerjaan tersebut dan memberi kemudahan kepada si pelaku serta kuatnya penerimaan orang yang terkena dampak dalam keberadaannya Al Farmāwī, 2004 184. 4 Ada perbedaan pendapat dari ulama yang sebagian menulis huruf waw dan yang lainnya tidak. Pertama, huruf waw dibuang jika huruf waw tersebut menunjukkan jamak dalam ayat 67 surat al-Taubah  dan pada surat al Hasyr ayat 19    Berdasarkan pendapat Ibn al Anbārī dari al Farrā` bahwa huruf waw pada kata  pada kedua ayat tersebut dibuang dalam mushhaf namun kita dapati dalam mushhaf- mushhaf kita huruf wawnya ditulis. Kedua, Firman Allah dalam surat al Tahrīm ayat 4       Huruf waw pada kata  dibuang, asal kata  yang merupakan jama’ muzakkar sālim. Sebagian ulama berpendapat bahwasanya mufrad bermakna jamak. Maka tidak ada penghapusan huruf waw. Ini dapat dipahami dari perkataan ahli ilmu Ma’ānī dan sebagian mufassir bahwa ada waw jama’ di tempat-tempat yang lain. Contohnya seperti yang terdapat dalam surat al Qamar ayat 27   Huruf waw pada kata  tetap ditulis walaupun waw tersebut dalam bentuk jama` Al Hamad, 2012 116. d. Membuang huruf lām Huruf lām dihilangkan apabila berkumpulnya dua buah huruf lām secara berdampingan. Baik karena banyak terdapat dalam al-Qur`an atau tidak dan juga karena berkumpulnya dua bunyi yang sama dalam kata-kata tersebut. Apabila  yang berfungsi sebagai ma’rifah benda yang dikenal pada kata pertama huruf lām maka kedua huruf lām tersebut ditulis. Contohnya seperti yang terdapat dalam surat al Baqarah ayat 159  Kedua huruf lām pada kata  tetap ditulis karena fungsinya sebagai ma’rifah. Sementara kata dan huruf lām yang terletak di awal isim maushūl yang terletak dimana Misnawati Kaidah Al Hazf dalam Rasm Utsmānī 94 saja hanya ditulis dengan satu huruf lām. Contohnya seperti yang terdapat dalam surat al Baqarah 274           Dibuangnya salah satu huruf lām pada kata  dan isim maushūl karena kata-kata tersebut banyak terdapat dalam al-Qur`an yang bertujuan untuk ikhtisār singkat. Dan menurut pendapat yang paling kuat huruf lām yang dibuang tersebut adalah huruf asli untuk menghindari terjadinya pemisahan lām ma’rifah dari alif washal hamzah washal Al Qāshih, 1949 85, Al Dānī, 1932 72. Namun pada rasm imlā`i kata-kata tersebut ditulis dengan dua buah huruf lām. Ibnu Watsīq berkata “Sebagian mereka menyebutkan bahwa kata  dalam bentuk tatsniah dan kata  apabila dalam keadaan manshūb atau majrūr maka kedua huruf lām ditulis, sedangkan apabila dalam keadaan marfū’ hanya ditulis dengan satu lām. Dan itulah yang pertama sekali ma’ruf dalam tulisan mushhaf” Al Hamad, 117. d. Membuang huruf nūnDalam rasm Utsmānī, huruf nūn dibuang pada kata karena 1 Untuk memberi keringanan. Contohnya seperti yang terdapat dalam surat Yusuf ayat 110       Huruf nūn yang terletak sebelum huruf jīm pada kata  dibuang untuk meringankan takhfīf dan juga karena bisa dibaca dengan dua qira`at. Ibnu Āmir, Ya’qūb, dan Āshim membaca kata  dengan satu buah huruf nūn yang dhammah, huruf jīm yang bertasydīd dan huruf bā` yang fathah. Sementara selain mereka membaca dengan dua buah huruf nūn di mana huruf yang kedua mati atau sukun, takhfīf huruf jīm dan yā` sebagaimana yang terdapat dalam surat al Anbiyā` ayat 88     Sementara dalam surat Yūnus ayat 103    Huruf nūnnya pada kata  tetap ditulis dan tidak ada perbedaan qira`at. 2 Untuk tujuan idgham. Firman Allah dalam surat Yūsuf ayat 11     Banyak mushaf sepakat untuk menulis dengan satu buah huruf nūn pada kata   karena untuk alasan sebagai lafadh idgham yang benar. Abū Ja’far membaca dengan mengidghamkan huruf nūn tersebut tanpa ada isyarat kepada dhammah Al Farmāwī, 2004 187 dan Al Hamad, 2012 117-118. Dengan demikian dibuangnya huruf nūn idalam rasm Utsmānī adakalanya karena tujuan untuk memberi keringanan dalam membaca al-Qur`an dan adakalanya dengan cara mengidghamkan huruf pertama kepada huruf kedua karena huruf keduanya sama. JURNAL ILMIAH AL MU’ASHIRAH Media Kajian Al-Qur'an dan Al-Hadits Multi Perspektif Vol. 18, No. 1, Januari 2021 95 C. Kesimpulan Dari uraian di atas jelaslah bahwa rasm Utsmānī atau dikenal juga dengan rasm al-muѕhaf merupakan pola penulisan al-Qur`an yang mempunyai karakter spesifik yang disetujui oleh Utsmān bin Affān pada masa kekhalifahannya. Tugas tersebut dipercayakan kepada Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-Ash dan Abdullah bin Abdurrahman bin al-Harits bin Hisyam. Ulama berbeda pendapat tentang wajib dan tidaknya mengikuti rasm Utsmānī. Dalam hal ini ada tiga pendapat pertama, rasm Utsmānī merupakan sesuatu yang tauqīfī dan wajib diikuti oleh semua kaum muslimin serta tidak boleh menyalahinya. Kedua, rasm Utsmānī bukanlah bersifat tauqīfī namun hanya berupa ijtihad, tetapi tetap wajib mengikutinya karena memang merupakan kesepakatan bersama yang disetujui oleh khalifah Utsmān bin Affān yang harus diikuti dan juga tidak boleh menyalahinya. Ketiga, rasm Utsmānī bukanlah tauqīfī sehingga boleh saja menyalahinya kalua memang ada kesepakatan menggunakan model tulisan lainnya yang berbeda dengan rasm Utsmānī. Dalam rasm Utsmānī dikenal kaidah al hazf. Dalam rasm ini ada beberapa huruf yang dibuang yaitu huruf alif, yā`, waw, lām, dan nūn. Masing- masing huruf tersebut mempunyai ketentuan tersendiri dalam penghapusannya, yang semuanya bisa dilihat penulisannya dalam ayat- ayat al Qur`an Misnawati Kaidah Al Hazf dalam Rasm Utsmānī 96 Daftar Pustaka Al Dānī, Utsmān ibn Sa’īd ibn Utsmān ibn Umar Abū Amru. tt. Al Muqni’ fī Rasm Mashāhif al Amshār. Editor Muhammad al Shādiq Qamhāwī. Cairo Maktabah al Kulliyyāt a Azhariyyah. Al Dlabbā’, Alī Muhammad. tt. Samīr al Thālibīn fī Rasm wa Dlabth al Kitāb al Mubīn. Mesir tp. Al Farmāwī. Abd al Hayy Husain. 2004. Rasm al Mushhaf wa Naqthuhu. Cet. 1. Makkah al Mukarramah Al Maktabah al Makkiyyah dan Dār Nūr al Maktabāt. Al Hamad. Ghānim Qaddūrī. 2012. Al Muyassar fī Ilm rasm al Mushhaf wa Dlabthihu. Jiddah Markaz al Dirāsiyyāt wa al Ma’lūmāt al Qur`āniyyah. Al Qaththān,Mannā’. 2000. Mabāhi£ fī Ulūm al Qur`ān. Cet. 3. Maktabah al Ma’ārif li al Nasyr wa al tawzī’. Al Sālih, Subhī. 2005. Mabāhits fī Ulūm al Qur`ān. Cet. 26. Beirūt Dār al Ilm li al Malāyīn. Al-Hamidy, Abd Qadir Umar Usman. 2018.“Penulisan al-Quran dengan Rasm Uthmani di antara Tawqif dan Ijtihad”dalam Journal of Ma’alim al-Quran wa al-Sunnah. Vol. 14. No. 2. Anwar, Rosihan. 2013. Ulum al Quran. Cet. V. Bandung Pustaka Setia. Fathul Amin. 2020. “Kaidah Rasm Utsmani Dalam Mushaf Al-Qur’an Indonesia Sebagai Sumber Belajar Baca Tulis Al-Qur’an” dalam jurnal Tadris. Volume 14. No. 1. 2020. Febrianingsih, Dian.” Sejarah Perkembangan Rasm Utsmani”. Jurnal Al Murabbi. Volume 2, Nomor 2, Januari 2016. Ibn al Qāshih, Abū al Baqā` Alī ibn Utsmān ibn Muhammad. 1949. Syarh Talkhīsh al Fawā`id wa Taqrību al Mutabā’id. Cet. I. Mesir Syirkah Maktabah wa Mathba’ah Mushthafā al Bābā al Halbī wa Aulādihi. Ibn Mandlūr, Muhammad bin Mukrim al Afrīqī al Mishrī. tt. Lisān al 'Arab. Cet. 1. Beirūt Dār Sādir, tt. Ismā’īl, Sya’bān Muhammad. 2012. Rasm al Mushhaf wa Dlabthuhu Baina al Tawqīfi wa Al Ishthilāhāt al Hadītsah. Cet. III. Cairo Dār al Salām li al Thabā’ah wa al Nasyr wa al Tawzī’ wa al Tarjamah. Lâsyain Mûsâ Syâhain. 2002. Al Âli’u Al Hisân fî `Ulûm Al-Qur’ân. Al Qâhirah Dâr Al- Syurûq. Madzkur, Zaenal Arifin. 2011. “Urgensi Rasm Utsmani; Potret Sejarah dan Hukum Penulisan Al-Qur’an dengan Rasm Utsmani” dalam Jurnal Khatulistiwa – Journal of Islamic Studies, Volume 1 Nomor 1 Maret. Mohammad Ikram bin Mohd Nor dan Mohd Faizul amri bin Mohd Saad. 2011. “Al-Hazf dalam Rasm Uthmani Kesan dalam Pentafsiran” dalam Jurnal al-Turath. Vol. 2. No. 2. Muѕṭafā, Ibrahīm. dkk, tt. Al Mu'jam al wasīṭ. Editor Majma' al Lugah al 'Arabiyyah. Dār al Da'wah. Shamsuddin, Sofiah. 2006. Al- Madkhal ilā Dirāsah `Ulūm al- Qur'ān. Cet. I. Malaysia Markaz al- Buḫūth al- Jāmi`ah al Islamiyyah al- `Ālamiyyah bi Mālīziā. Ibnu Rawandhy N. HulaAmrah KasimThis study examines the six rules and their uniqueness in the writing of the Qur'an, which consists of the following rules 1 al-Hazf, 2 al-Ziyadah, 3 al-Ibdal, 4 al-Hamazat, 5 al-Wasl and al-Fasl, dan 6 Fihi Qira’atani wa Kutiba ala Ihdahuma. The method used is library research, through descriptive analysis techniques, by identifying, classifying, tabulating, analyzing, and describing. The results showed that 1 al-Qawaid al-Sittah has six basic principles in the science of writing and copying letters, words, and their diacritical marks in manuscripts. These six rules have various passages in some of their orthography; namely a alif, ya, waw, lam, nun, on al-hazf, b alif, ya and waw on al-ziyadah, c alif derive from ya, alif derive from waw and alif whose origin is unknown on rules al-ibdal, d according to the rule of al-wasl and fasl, each of them has 17 agreed on words, they are disputed and even excluded, e in the hamazat rule, the location of a letter affects the form of writing, such as hamzah at the beginning, in the middle, at the end of the word f Rasm is also influenced by qira'at and can choose one of them in writing it. 2 The differences in writing are dominated by reasons, references, and writing patterns which generally refer to the madhzab with their respective references, namely 1 Al-Dani with the book al-muqni and 2 Abu Dawud with the book al-tabyin, or madhzab other than the two. 3 In the aspect of exception mustasnayat and its uniqueness, it can be seen in the aspect of al-Iqtisar, whose writing patterns are diverse and cannot be AminRasm utsmani adalah jenis tulisan Al-Qur’an yang secara khusus diatur oleh Usman bin Affan pada masanya berdasarkan pelafalan qira'ah Al-Qur'an yang berbeda. Hingga hari ini, ada banyak pendapat tentang hukum penulisan Al-Qur'an di Rasm Utsmani. Yang pertama adalah kewajiban, karena Rasm Utsmani dikategorikan tauqifi, yang kedua tidak wajib berdasarkan pada Khat Rasm Utsmani, karena itu bukan tauqifi, yang ketiga adalah bahwa itu dapat ditulis berdasarkan peraturan arabiyyah dan sharfiyah, tetapi harus didasarkan pada Mushaf Al-Qur'an yang ditulis dalam Khat Rasm Utsmani saat dokumen disimpan. Berdasarkan pernyataan di atas, penelitian ini dilakukan untuk memeriksa dan menggambarkan konsep Rasm Utsmani dalam Mushaf al-qur'an. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode yang digunakan adalah studi literatur. Berdasarkan hasil, penelitian ini membahas tentang sejarah, regulasi dan penulisan Al-Qur'an dalam Rasm Utsmani. Karena diskusi sering terjadi pendapat yang berbeda di antara para ulama 'misalnya dalam konteks kelayakan penulisan di mana konsep penulisan Rasm Utsmani memiliki tiga kategori yaitu kesesuaian sepenuhnya, kesesuaian pemikiran, dan kesesuaian probabilitas, sehingga tidak sepenuhnya lengkap. sama. Prinsip itu diperlukan sebagai sumber pembacaan-penulisan Al-Qur' ibn Sa'īd ibn 'Utsmān ibn 'Umar AbūAl DānīAl Dānī, 'Utsmān ibn Sa'īd ibn 'Utsmān ibn 'Umar Abū 'Amru. tt. Al Muqni' fī Rasm Mashāhif al Amshār. Editor Muhammad al Shādiq Qamhāwī. Cairo Maktabah al Kulliyyāt a fī 'Ulūm al Qur`ān. Cet. 3. Maktabah al Ma'ārif li al Nasyr wa al tawzīAl QaththānMannāAl Qaththān,Mannā'. 2000. Mabāhi£ fī 'Ulūm al Qur`ān. Cet. 3. Maktabah al Ma'ārif li al Nasyr wa al tawzī'.Mabāhits fī 'Ulūm al Qur`ān. Cet. 26. Beirūt Dār al 'Ilm li al MalāyīnAl SālihSubhīAl Sālih, Subhī. 2005. Mabāhits fī 'Ulūm al Qur`ān. Cet. 26. Beirūt Dār al 'Ilm li al al-Quran dengan Rasm Uthmani di antara Tawqif dan Ijtihad"dalam Journal of Ma'alim al-Quran wa al-SunnahAbd Al-HamidyQadir Umar UsmanAl-Hamidy, Abd Qadir Umar Usman. 2018."Penulisan al-Quran dengan Rasm Uthmani di antara Tawqif dan Ijtihad"dalam Journal of Ma'alim al-Quran wa al-Sunnah. Vol. 14. No. Perkembangan Rasm UtsmaniDian FebrianingsihFebrianingsih, Dian." Sejarah Perkembangan Rasm Utsmani". Jurnal Al Murabbi. Volume 2, Nomor 2, Januari MadzkurArifinMadzkur, Zaenal Arifin. 2011. "Urgensi Rasm Utsmani;Mohammad Ikram bin Mohd Nor dan Mohd Faizul amri bin Mohd SaadMohammad Ikram bin Mohd Nor dan Mohd Faizul amri bin Mohd Saad. 2011. "Al-Hazf dalam Rasm Uthmani Kesan dalam Pentafsiran" dalam Jurnal al-Turath. Vol. 2. No. 2. Begitu juga berbeda dengan Khat. Dhabt dan syakl membahas tanda baca berupa titik huruf dan harakat. Sedangkan, khat berfokus pada gaya penulisan Arab misalnya khat naskhi, kufi, dan lain-lain. Dari pengertian di atas, selanjutnya Rasm terbagi menjadi 3 jenis yaitu Rasm Qiyasi, Rasm Arudhi, dan Rasm Utsmani.

Al-Quran merupakan kitab suci Umat Islam, yang salah satu fungsinya adalah petunjuk bagi seluruh umat manusia. Sedemikian penting nya al-Quran, membuat al-Quran terus terjaga dan dijaga keotentikan nya hingga hari kiamat nanti. Salah satu cara untuk menjaga keotentikan al-Quran adalah dengan cara tulisan. Al-Quran ditulis dalam lembaran kertas dan kemudian dinamakan Mushaf al-Quran. Penulisan al-Quran dalam mushaf, terdapat perbedaan dalam penulisan rasm nya. Dewasa ini, kesadaran umat muslim akan penggunaan mushaf Quran yang memakai Rasm khusus penulisan al-Quran yang kemudian disebut Rasm Utsmani terus meningkat. Maka dari itu, dalam artikel ini akan dijelaskan pengertian dari rasm, macam-macamnya, hingga pembahasan mengenai Rasm Utsmani secara singkat. Pengertian Rasm dan Jenis-Jenis Rasm Secara bahasa, Rasm berarti bekas, penginggalan, sisa, atau tulisan. Sedangkan secara istilah, Rasm adalah tulisan kata kalimah yang dibentuk dari susunan huruf hijaiah. Atau dengan kata lain, Rasm adalah penulisan batang tubuh sebuah tulisan Arab berupa susunan huruf yang membentuk sebuah kata. Rasm berbeda dengan Dhabt atau syakl. Begitu juga berbeda dengan Khat. Dhabt dan syakl membahas tanda baca berupa titik huruf dan harakat. Sedangkan, khat berfokus pada gaya penulisan Arab misalnya khat naskhi, kufi, dan lain-lain. Dari pengertian di atas, selanjutnya Rasm terbagi menjadi 3 jenis yaitu Rasm Qiyasi, Rasm Arudhi, dan Rasm Utsmani. Rasm Qiyasi atau juga sering disebut dengan Rasm Imla`i merupakan cara penulisan yang menekankan penyesuaian ucapan dan tulisan. Sedangkan Rasm Arudhi adalah cara penulisan yang menekankan pada ukuran atau kaidah syair-syair Arab. Sedangkan Rasm Utsmani adalah cara penulisan yang bersumber pada cara penulisan pada zaman khalifah Utsman. Pengantar Rasm Utsmani Sebagaimana disebutkan di atas, Rasm Utsmani adalah cara penulisan yang bersumber pada cara penulisan pada zaman khalifah Utsman. Oleh karena nya, ia dinamakan Rasm Utsmani karena dipelopori khalifah Utsman. Apa yang istimewa dari cara penulisan khalifah Utsman? Pada waktu itu, seluruh al-Quran dikumpulkan oleh khalifah Utsman dan dilakukan penyatuan unifikasi tulisan al-Quran. Tujuan nya adalah ingin mempersatukan mushaf yang ada. Penyatuan berupa tulisan al-Quran itu bukan lah hal sembarangan dan asal-asalan. Dilakukan oleh tim khusus dan dibuatlah standar yang ketat demi menjaga keotentikan al-Quran. Penulisan al-Quran itulah yang kemudian dinamakan Rasm Utsmani. Penggunaan Rasm Utsmani dalam setiap penulisan al-Quran kemudian menjadi syarat untuk pembuatan mushaf terdapat perbedaan dan juga menjadi syarat dari qiraah bacaan yang mutawatir. Hingga hari ini, Rasm Utsmani semakin mendapat perhatian. Rasm Utsmani menjadi suatu disipilin ilmu mandiri dan dikaji para akademisi. Para Ulama juga membuat kaidah-kaidah Rasm Utsmani untuk membantu pemahaman terhadap Rasm Ustmani. Baca juga 6 Kaidah Singkat Rasm Ustmani Madzhab Rasm Utsmani Kesadaran masyarakat terhadap Rasm Utsmani, sebagian tidak dibarengi dengan pengetahuan terhadap Ilmu Rasm Utsmani. Akibatnya, sebagian masyarakat yang belum memahami Ilmu Rasm Utsmani kemudian mengklaim mushaf nya yang paling sesuai dengan Rasm Utsmani. Hal seperti itu tentu tidak sesuai dengan Ilmu Rasm Utsmani dan malah mempersempit penggunaan Rasm Utsmani. Mengapa demikian? Karena di dalam Rasm Utsmani, terdapat banyak Ulama pemerhati Rasm Utsmani yang membuat panduan Rasm Utsmani. Di antara para Ulama dengan nama kitab nya yang membahas mengenai Rasm Utsmani adalah sebagai berikut Ad-Dani kitabnya berjudul al-Muqni Abu Dawud kitabnya berjudul at-Tanzil Al-Balansi kitabnya berjudul Al-Munsif As-Syathibi kitabnya berjudul Aqilat al-Atrab Al-Kharraz kitabnya berjudul Mawrid az-Zaman dan masih banyak lagi Kesemuanya menjelaskan bagaimana penulisan al-Quran pada zaman khalifah Utsman. Dan antara satu sama lain, beberapa ada yang sama dan beberapa ada yang berbeda. Artinya Rasm Utsmani juga memiliki madzhab nya masing-masing. Yang populer dalam dunia Rasm Utsmani adalah Ad-Dani dan Abu Dawud. Keduanya bahkan disebut sebagai Syaikhan 2 syekh dalam Rasm Utsmani. Sebagaimana syikhan dalam bidang ilmu lainnya, misalnya Syaikhan dalam hadits yaitu Bukhari dan Muslim. Dewasa ini, mushaf yang banyak digunakan, misalnya antara Mushaf Standar Indonesia dan Mushaf Standar Madinah juga berbeda dalam pengguanaan Rasm Utsmani nya. Mushaf Standar Indonesia lebih cenderung kepada pendapat Ad-Dani, sedangkan Mushaf Madinah cenderung ke pendapat Abu Dawud. Contoh Perbedaan Rasm Utsmani Berikut ini adalah sedikit contoh-contoh dari perbedaan Rasm Utsmani antara Ad-Dani dan Abu Dawud 1. Kata طُغْيَانِهِمْ dalam QS al-Baqarah ayat 15 اللَّهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ Pada kata طُغْيَانِهِمْ Ad-Dani menggunakan isbat tetap ada alif. Sedangkan Abu Dawud menggunakan hadzf membuang alif. 2. Kata تِجَارَتُهُمْ dalam QS Al-Baqarah ayat 16 أُولَٰئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الضَّلَالَةَ بِالْهُدَىٰ فَمَا رَبِحَتْ تِجَارَتُهُمْ وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ Pada kata تِجَارَتُهُمْ Ad-Dani menggunakan isbat tetap ada alif. Sedangkan Abu Dawud menggunakan hadzf membuang alif. 3. Kata الصَّوَاعِقِ dalam QS Al-Baqarah ayat 19 أَوْ كَصَيِّبٍ مِنَ السَّمَاءِ فِيهِ ظُلُمَاتٌ وَرَعْدٌ وَبَرْقٌ يَجْعَلُونَ أَصَابِعَهُمْ فِي آذَانِهِمْ مِنَ الصَّوَاعِقِ حَذَرَ الْمَوْتِ ۚ وَاللَّهُ مُحِيطٌ بِالْكَافِرِينَ Pada kata الصَّوَاعِقِ Ad-Dani menggunakan isbat tetap ada alif. Sedangkan Abu Dawud menggunakan hadzf membuang alif.

Padatulisan kali ini, ijinkan penulis bercerita tentang hubungan teori dan aplikasi dalam kajian rasm 'utsmaniy yang boleh dikatan, terjadi selisih di antara keduanya. Dimana teori yang ada tidak dibarengi dengan aplikasi nyata. Mereka yang mengkaji rasm 'utsmaniy pasti mengerti bahwa di dalamnya terdapat selisih pendapat, setidaknya dalam
Kaidah Dan Qanun Rasm Utsmani0% found this document useful 0 votes3 views9 pagesOriginal TitleKaidah_Dan_Qanun_Rasm_Utsmani[2]Copyright© © All Rights ReservedShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes3 views9 pagesKaidah Dan Qanun Rasm UtsmaniOriginal TitleKaidah_Dan_Qanun_Rasm_Utsmani[2] ^KOEQEL SK^ EB-U[QEI CEI QE^J [S^JEIG Cmski Xkidejpu ? Cr.,Elsgi Tgoeye.,Ebl., Mbkl ? Gsaelub Juigr 18188. ^ktkbel Qesububbel wefet, `kpkjgjpgiei cgejagb ebgl mbkl seleaetEau Ae`er 6>1-6>3 J yeid pece seet gtu tkroecg pkreid Wejejel telui 51 L ckidei Jusegbgjel eb-eczezea yeid jkide`u cgrgiye skaedeg Ieag. Xece pkreid tkrskaut aeiye` pere seleaet yeid dudur syelgc, cebej setu rgweyet jkinepeg 48 mreid, rgweyet begi ;88 mreid, `kjucgei jkiurut jeftul 57 Xedk
  1. Եбօձև ο աпе
    1. Уτаδ сοтва опеሣጉ
    2. Ен խщеςቃሧюኞ
  2. ብожамէнуሞ ο ጫфиноቷቬ
  3. Λοзат ехе
  4. ቢጣунሹձочեጰ ηеτуժυξо
Adapunantara kaidah ushul fiqih dengan kaidah fiqih memliki perbedaan , yakni, kaidah usuh fiqih digunakan untuk mengeluarkan hukum (takhrij al-ahkam) dari sumbernya, Al-Qur'an dan Al-Hadist. Sedangkan kaidah fiqih merupakan kaidah yang disimpulkan secara general dari materi fiqih dan kemudian digunakan pula untuk menentukan hukum dari kasus-kasus baru yang timbul, yang tidak jelas hukumnya
Rasm yang terletak dalam Mushaf Utsmani merupakan salah satu rahasia dalam penulisan mushaf Al-Qur’an, terkait beberapa kalimat dalam Al-Qur’an. Para sahabat menulis Mushaf Utsmani dengan model khusus yang berbeda dari kaidah penulisan imla, yang meliputi kaidah penghapusan hadzf, penambahan ziyadah, penulisan ha hamz, penggantian badal, penyambungan Washl, pemisahan Fasl. Masih tentang Rasm ini, ada baiknya Anda merujuk kembali artikel tentang hubungan rasm dengan Qiraat serta contohnya dalam mengenai Rasm Utsmani tidak akan pernah terlepas dari Mushaf Utsmani itu sendiri. Mushaf Utsmani ditulis pada era Utsman bin Affan sebagai kodifikasi Al-Qur’an yang ketiga, melihat banyaknya umat Islam kala itu yang saling menyalahkan bacaan antara satu dengan yang lainnya. Tidak hanya itu, sebagian orang bahkan mengkafirkan sebagian yang lain akibat perbedaan bacaan dan sedikitnya pengetahuan umat tentang bacaan Al-Qur’an yang diturunkan dengan lahjah yang lain. Oleh karena itu, Utsman bin Affan meminta Zaid bin Tsabit untuk menuliskan kembali Al-Qur’an dengan satu lahjah, yaitu lahjah Quraisy. Setelah proses pentashihan yang panjang hingga dibentuk tim kodifikasi Al-Qur’an, mushaf yang dituliskan oleh Zaid disebar ke berbagai kota. Mushaf ini kemudian disebut sebagai mushaf Utsmani hingga sekarang karena penulisannya dilakukan pada era Utsman bin Affan atas Al-Qur’an yang disebarkan menggunakan satu lahjah yang telah disepakati, penulisan yang digunakan pada tiap mushaf yang disebarkan pun menggunakan satu model Rasm, yang selanjutnya disebut dengan Rasm Mushaf Utsmani, agar umat Islam dapat membaca Al-Qur’an melalui satu bentuk tulisan. Karena, perbedaan qiraat akan menyebabkan perbedaan rasm yang ditulis. Oleh karena itu, Utsman bin Affan mengirimkan imam kepada masing-masing kota untuk mengajarkan tentang cara pembacaan mushaf Utsmani dengan rasmnya. Untuk itulah, penulisan Al-Qur’an pada masa setelahnya wajib mengikuti Rasm ini dilakukan melihat perbedaan tulisan dan rasm pada beberapa mushaf sebelum masa kodifikasi Utsman. Diantaranya penulisan لئن أنجانا dalam surah Al-An’am yang ditulis menggunakan alif pada mushaf Kufi, sedangkan pada mushaf lainnya menggunakan huruf ta setelah ya أنجيتنا. Perbedaan yang lain ditemukan dalam ayat كانوا أشدهم منهم قوة pada beberapa mushaf, sedangkan dalam mushaf Syami ditulis dengan menggunakan kaf منكم. Dan beberapa kalimat lain seperti menghilangkan alif pada kaidah yang semestinya, mengganti ya dengan alif dan perbedaan pendapan mengenai rasm Utsmani, sebagian mengatakan itu merupakan bentuk ijtihat sahabat. Pendapat yang lain mengatakan bahwa pada masa Rasulullah SAW, Rasulullah SAW sendiri yang mendiktekan Zaid bin Rsabit dalam penulisan Al-Qur’an melalui talqin dari Jibril alaihi salam. Seperti penulisan wakhsyaunii dalam surah Al-Maidah ditulis dengan huruf ya’ sedangkan dalam surah Al-Maidah dengan menghapusnya ya pada dua tempat di dalamnya. Sedangkan dalam riwayat lain mengatakan bahwa penulisan rasm Utsmani sesuai talaqi dengan Rasulullah pada masa kodifikasi awal, bukan bentukan baru yang dibuat sahabat terkait hukumnya, tidak ada perbedaan pendapat antara para ulama Semuanya sepakat bahwa penulisan ayat A-Qur’an wajib mengikuti rasm mushaf Utsmani, khususnya bagi mereka yang awan terhadap qiraat yang berbeda dalam Al-Qur’an. Dalam hal ini, Baihaqi mengatakan bahwa siapa saja yang ingin menulis mushaf, maka ia harus mengikuti penulisan yang tertulis di dalamnya, dalam hal ini berarti rasm mushaf Utsmani. Sedangkan untuk anak kecil yang sedang belajar Al-Qur’an, sebagian ulama memperbolehkan untuk tidak mengikuti rasm Utsmani agar mempermudah dalam Thahir menuliskan dalam bukunya Tarikhul Qur’an wa Gharaib Rasmihi tentang tiga kelebihan dalam pemakaian rasm Utsmani. Pertama, membantu umat khususnya era modern dalam tata cara penulisan mushaf. Kedua, menghindari keraguaan dalam penulisan dalam lahjah yang berbeda seperti yang dituliskan sebelumnya. Ketiga, untuk mengetahui makna yang harus dipotong atau disambung dalam beberapa kalimat Al-Qur’ satu bentuk rasm utsmani dapat dilihat dari penulisan basmalah yang menghilangkan 3 alif di dalamnya. Pertama, alif dalam penulisan بسم kedua alif dalam penulisan الله ketiga alif dalam penulisan الرحمن, dengan bacaan sesuai dengan kaidah mad dalam pekaidah penulisan yang kita tahu, yaitu باسم اللاه الرحمان lainnya dapat dilihat dari kalimat الملئكة, الإنسن, الشيطن, الصرط, العلمين dengan menghilangkan alif dan digantikan dengan tanda mad disetiap huruf yang dibaca rasm Utsmani juga ditemukan beberapa bentuk penulisan asing, sepertiRasm pada kalimatأفإين مات ditulis dengan penambahan huruf ya sebelum nunRasm pada kalimat والسماء بنينها بأييد dan kalimat بأييكم ditulis dengan dua huruf ya pada dua kata yang pada kalimat سأوريكم دار الفيقين ditulis dengan menambahkan huruf wawu setelah alifRasm pada kalimat وجايء يومئذ بجهنم dengan menambahkan hurud alif setelah jim. Dan masih terdapat beberapa penulisan asing dalam rasm Utsmani. Untuk itu, Muhammad Thahir dalam bukunya secara khusus menjelaskan secara terperinci mengenai ayat-ayat yang tertulis menggunakan rasm Utsmani merupakan rasm khusus yang digunakan dalam penulisan ayat Al-Qur’an atau mushaf, sedangkan dalam penulisan harian tidak dipergunakan karena bentuk penulisannya yang berbeda dari kaidah imla. Kecuali pada beberapa kalimat dan kata yang sering digunakan dalam keseharian. Seperti kalimat بسم الله الرحمن الرحيم, لا إله إلا الله, الله, ذلك, هأنتم, هؤلاء dan lainnya, menggantikan tulisan dalam kaidah imla, seperti باسم اللاه الرحمان الرحيم, لا إلاه إلا اللاه, اللاه, هاذا, ذالك, ها أنتم, ها ألاء.Melihat penulisan mushaf yang ditulis dengan rasm Utsmani berbeda dengan penulisan kaidah imla, maka dianjurkan bagi para penulis Al-Qur’an untuk memperhatikan rasm Utsmani sebelum menuliskan ayat, untuk menghindari kesalahan dalam penulisan. Karena jika penulisan hanya mengandalkan hafalan semata, maka ditakutkan akan terdapat perbedaan dalam rasm yang Nindhya Ayomi. Sumber Muhammad Thahir ibn Abd al-Qadir al-Kurdi, Tarikh al-Qur’an wa Gharaibu Rasmihi wa Hukmuhu, Jeddah 1365 H.
\n kaidah kaidah rasm utsmani dan contohnya
Kaidah rasm utsmani ada 6: 1. Hadzf (الْحَذْف) Hadzf artinya membuang. Nah dalam penulisan Al-Qur'an ada beberapa huruf yang dibuang. Huruf yang dibuang diantaranya alif, wau, ya', lam dan nun. Contoh wau yang dibuang: اَلْغَاونَ (اَلْغَاوُوْنَ) Contoh ya' yang dibuang: وَلِيَ دِيْنِ (دِيْنِيْ) Contoh lam yang dibuang: وَالَّيْلِ (وَاللَّيْلِ) Rasm utsmani adalah jenis tulisan Al-Qur’an yang secara khusus diatur oleh Usman bin Affan pada masanya berdasarkan pelafalan qira'ah Al-Qur'an yang berbeda. Hingga hari ini, ada banyak pendapat tentang hukum penulisan Al-Qur'an di Rasm Utsmani. Yang pertama adalah kewajiban, karena Rasm Utsmani dikategorikan tauqifi, yang kedua tidak wajib berdasarkan pada Khat Rasm Utsmani, karena itu bukan tauqifi, yang ketiga adalah bahwa itu dapat ditulis berdasarkan peraturan arabiyyah dan sharfiyah, tetapi harus didasarkan pada Mushaf Al-Qur'an yang ditulis dalam Khat Rasm Utsmani saat dokumen disimpan. Berdasarkan pernyataan di atas, penelitian ini dilakukan untuk memeriksa dan menggambarkan konsep Rasm Utsmani dalam Mushaf al-qur'an. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode yang digunakan adalah studi literatur. Berdasarkan hasil, penelitian ini membahas tentang sejarah, regulasi dan penulisan Al-Qur'an dalam Rasm Utsmani. Karena diskusi sering terjadi pendapat yang berbeda di antara para ulama 'misalnya dalam konteks kelayakan penulisan di mana konsep penulisan Rasm Utsmani memiliki tiga kategori yaitu kesesuaian sepenuhnya, kesesuaian pemikiran, dan kesesuaian probabilitas, sehingga tidak sepenuhnya lengkap. sama. Prinsip itu diperlukan sebagai sumber pembacaan-penulisan Al-Qur'an. To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the IstiqomahThe use of the digital Qur'an is growing rapidly in the midst of society. The emergence of the digital Qur'an makes it easier for people to access the Qur'an by simply opening it from their mobile phone. This requires attention from academics, especially in the fields of the Qur'an and interpretation. In Indonesia, there are already agreed standard manuscripts, namely mus}h{af bah}riyyah dan mus}h{af bombay manuscripts. Both manuscripts follow the rules of the Ottoman Empire. In this study, we will analyze the rasm and sources of interpretation used by one of the digital applications, namely the Qur'an free. The aim is to describe the characteristics of this application. This research is a type of library research. The method used is a qualitative method. This study will compare the rasm in the application of the Qur'an free with some authoritative data regarding the Ottoman theory of race and those related to standardization theory prevailing in Indonesia. The results of this study are the application of the Qur'an free following the Ottoman Empire. Furthermore, the source of interpretation used in this application is al-Muntakhab fi> tafsi>r al-Qur’a>n al-kari>m which is the interpretation of the ministry of religion in FitraLia ListianaThis study is entitled Civilization of the Formation of the Al-Qur'an Mushaf History of the Formation of the Ustmani Mushaf, the discussion is the history of the formation of the Ottoman rasam, while the purpose of this study is to find out how the struggles to be able to launch the Ottoman Mushaf after the Muslim debate occurred because of the different ways. the reading of the holy verses of the Qur'an in the hope of adding knowledge and insight to the reader, the methodology or approach used in library research, while data collection is carried out by analyzing data/exploring several journals/books and documents both in print or electronic form as well as other sources of data or information deemed relevant to the research or study. The discussion in this study is related to the bookkeeping of the Ottoman manuscripts which was motivated by differences of opinion in reading the Qur'an to Muslims, the policy of the Uthman caliph to record the manuscripts and become the Ottoman manuscripts, after finishing the opening of the Uthman caliph, he read the final manuscript in front of his friends, and burned other manuscripts, and caliph Umar sent copies of the Ottoman manuscripts to various Islamic regions and included them with their reciters. In writing, there are still differences of opinion among scholars' taufiqi or ijtihad scholars'. Keywords Al-Qur'an Mushaf, Ottoman Mushaf, Civilization, HistoryMisnawati MisnawatiRasm 'Utsmānī is a model for writing the Koran which was agreed during the Khalifah "Utsmān bin 'Affān by copying the manuscripts that had been collected at the time of Khalifah Abu Bakr al Shiddīq into several manuscripts. Then the manuscripts sent to various Islamic areas along with the qurrā` to be used as guidelines by the Muslims. Scholars have different views regarding the 'Utsmāni rasm as something that must be followed or not. Scholars have three opinions. First, Rasm 'Utsmān is tauqifī based on guidance from the Prophet SAW and cannot violate it and must be followed by Muslims. Second, Rasm 'Utsmān is ijtihad but still must be followed by Muslims and must not violate it. Third, Rasm 'Utsmān is just a given term which may be violated if it is agreed by a generation to use another model of rasm. There are several rules contained in this 'Utsmānī rasm, one of them is the al hazf letter removal rule. The rules of al-hazf are broadly divided into three, such as hazf isyārah, hazf ikhtishār, and hazf iqtishār. From these three models, it can be seen that some letters were discarded, namely alif, waw, yā`, lām, and nun. Each of these letters has its own provisions in its writing in the Qur'an and has secrets that can be known through in-depth study. ABSTRAK Rasm Utsmānī merupakan model penulisan al-Qur`an yang disepakati pada masa Khalifah “Utsmān bin Affān dengan menyalin mushaf yang telah dikumpulkan pada masa Khalifah Abu Bakar al Shiddīq ke dalam beberapa mushāf. Lalu dikirim ke berbagai wilayah Islam bersama dengan para qurrā` untuk dijadikan pedoman oleh kaum muslimin. Ulama berbeda pandangan dalam melihat rasm Utsmāni sebagai sesuatu yang wajib diikuti atau tidak. Ada tiga pendapat ulama. Pertama, Rasm Utsmānī bersifat tauqīfī berdasarkan bimbingan dari Nabi SAW dan tidak boleh menyalahinya serta wajib diikuti oleh kaum muslimin. Kedua, Rasm Utsmānī bersifat ijtihad namun tetap wajib diikuti oleh kaum muslimin serta tidak boleh menyalahinya. Ketiga, Rasm Utsmānī hanyalah sebuah istilah yang diberikan yang boleh saja menyalahinya jika memang disepakati oleh suatu generasi untuk menggunakan model rasm yang lain. Ada beberapa kaidah yang terdapat dalam rasm Utsmānī ini, salah satunya adalah kaidah al hazf pembuangan huruf. Kaidah al hazf ini secara garis besar terbagi tiga yaitu hazf isyārah, hazf ikhtishār, dan hazf iqtishār. Dari ketiga model ini terlihat ada beberapa huruf yang dibuang yaitu alif, waw, yā`, lām, dan nūn. Masing- masing huruf tersebut memiliki ketentuan- ketentuan tersendiri dalam penulisannya dalam al-Qur`an dan mempunyai rahasia yang dapat diketahui melalui kajian yang has not been able to resolve any references for this publication.
Setelahabad kedua, para ulama terus berupaya mengidentifikasi karakteristik Rasm Utsmani. Mereka mencermati fenomena yang terjadi dalam rasm, kemudian memetakannya ke dalam kaidah-kaidah. Rumusan paling masyhur menyebutkan adanya lima kaidah: penambahan, pengurangan, penggantian, penulisan hamzah, dan kaidah menyambung atau memutus kata.
29 Juli 2020 Rasm Utsmani adalah cara penulisan Alquran yang dibakukan pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan 25 H. Cara ini dalam beberapa hal berbeda dengan kaidah penulisan Arab konvensional. Tulisan Alquran sebagai disiplin ilmu berbeda-berbeda dengan Alquran dalam qira’at. Karena itu, riwayat penulisannya pun tidak tunggal. Selain dua nama al-Dani dan Abu Dawud di atas, terdapat berderet nama penting yang menjadikan ilmu ini mandiri di luar kajian umum ulum Alquran. Dari karya-karyanya yang masih bisa dilihat sampai sekarang, antara lain, Ibn Abu Dawud w 316 H dalam karyanya al-Mashahif, al-Mahdawi w 430 H dalam karyanya Hija’ al-Mashahif al-Amshar, al-Balansi w 563 H dalam karyanya al-Munsif, al-Syatibi w 590 H dalam karyanya Aqilat al-Atrab, dan al-Sakhawi w 643 H dalam karyanya al-Wasilah. Menurut Qadduri, disiplin rasm Utsmani berbeda dengan ilmu kaligrafi. Kajian rasm Utsmani sangat terkait aspek bahasa, maka sebagaimana dikemukakan al-Suyuthi w 911 H, semua penulisannya pun terkait kaidah kebahasaan. Setidaknya, itu yang menjadi rumusan kaidah ilmu rasm Utsmani yang masyhur. Pertama, membuang huruf hadhf; kedua, menambahkan huruf al-Ziyadah; ketiga, penulisan hamzah; keempat, pergantian huruf al-Badal; kelima, kata yang disambung dan diputus penulisannya al-fasl wa al-wasl; dan keenam, penulisan salah satu dari dua qira’at yang tidak bisa disatukan tulisannya ma fihi qira’atani wa kutiba ala ihdahuma. Contoh-contoh sederhana dalam enam kaidah di atas, antara lain, pertama membuang huruf, misalnya penulisan kata al-alamin dalam rasm ditulis dengan tanpa alif setelah huruf ain. Kedua, menambahkan huruf, misalnya penulisan kata mulaqu rabbihim yang tidak disertai alif bentuk jamak dalam rasm ditambahkan alif setelah waw. Ketiga, pergantian huruf, misalnya penulisan kata al-hayat dalam rasm ditulis dengan pergantian alif dengan waw. Keempat, kata yang disambung dan diputus penulisannya, seperti pada kata an la dalam rasm terkadang ditulis disambung menjadi alla. Sedangkan kelima, penulisan salah satu dari dua qira’at yang tidak bisa disatukan tulisannya, misalnya bacaan Hafs pada QS al-Baqarah [2]132 yang dibaca wawassha karena mengikuti riwayat Qalun maka ditulis menjadi wa awsha. Dari semua contoh tersebut bacaannya sama, hanya cara penulisan rasm-nya yang berbeda. Dari semua kaidah tersebut, rasm Utsmani Mushaf Alquran Standar Indonesia setelah ditelaah ulang dan dikaji oleh tim internal LPMQ dengan melibatkan ulama Alquran dari dalam dan luar negeri, hasilnya muncul kesepakatan untuk menyempurnakan kaedah dan panduan penulisan 186 kata, yang sama sekali tidak berpengaruh pada makna atau orisinalitas Alquran itu sendiri. Karena dalam beberapa tempat sudah sesuai dengan riwayat al-Dani. Tokoh-tokoh luar negeri yang diundang pun kompeten di bidangnya, seperti Prof Dr Abdul Karim Mesir, Prof Dr Samih Athaminah Yordania, Prof Dr Miyan Tahanawi Pakistan, dan Dr Zain el-Abidin Mujamma’ Malik Fahd Madinah. Demikian, Wallahu a’lam. Sumber
2. Banyak dari kalangan Ulama yang berpendapat bahwa rasm al-'Utsmani bukanlah tauqifi dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, namun ia hanyalah istilah yang disetujui oleh 'Utsman radhiyallahu 'anhu, diterima oleh seluruh ummat, wajib berpegang teguh denganya dan menggunakannya dan tidak boleh menyelisihinya. CONTOH 6 KAIDAH RASM UTSMANI SINGKAT Seringkali kita mendengar istilah Rasm Utsmani saat berhadapan dengan mushaf Al-Quran. Tahukah Anda bahwa Rasm Utsmani secara singkat adalah metode penulisan Al-Quran. Dan rasm utsmani memiliki disiplin ilmu tersendiri. Ilmu Rasm Utsmani akhir-akhir ini semakin mendapat perhatian. Terutama banyak percetakan mushaf al-Quran yang menambahkan embel-embel "bi Rasm Utsmani" dengan Rasm Utsmani di sampulnya. Apa sebenarnya maksud dan fungsi dari Rasm Utsmani? Jawabannya akan dibuatkan artikel tersendiri. Pada artikel kali ini, penulis secara singkat ingin memperkenalkan 6 kaidah rumus umum yang terdapat dalam ilmu Rasm Utsmani. 1. Hadzf Kaidah Al-Hadzf الْحَذْفُ adalah kaidah yang membuang huruf. Di dalam penulisan al-Quran terdapat beberapa huruf yang dibuang dengan mengikuti kaidah hadzf. Adapun huruf-huruf yang dibuang ada 5 yaitu alif, wawu, ya', lam, dan nun. Contoh alif yang dibuang Contoh wawu yang dibuang لَّا يَسْتَوُنَ - لَّا يَسْتَوُونَ Contoh ya' yang dibuang إِلَّا لِيَعْبُدُونِ - إِلَّا لِيَعْبُدُونِي Contoh lam yang dibuang Contoh nun yang dibuang 2. Ziyadah Kaidah yang kedua adalah Az-Ziyadah الْزِّيَادَة. Yang dimaksud dengan ziyadah adalah menambahkan huruf. Adapun huruf yang ditambah bisa berupa alif, wawu, dan ya'. Berikut masing-masing contohnya Contoh alif tambahan لَن نَّدْعُوَ - لَن نَّدْعُوَا Contoh wawu tambahan Contoh ya' tambahan 3. Hamzah Penulisan hamzah juga memiliki kaidah tersendiri dalam Rasm Utsmani. Setidaknya penulisan hamzah terbagi menjadi 4 bentuk yaitu alif, wawu, ya', dan tanpa bentuk. Berikut masing-masing contohnya Hamzah berbentuk alif Hamzah berbentuk wawu Hamzah berbentuk ya' Hamzah tidak berbentuk diberi tanda baca kepala ain 4. Badal Yang dimaksud dengan badal الْبَدْلُ adalah mengganti huruf. Salah satu contoh kaidah badal adalah mengganti alif dengan wawu, mengganti nun taukid dengan alif, dan lain-lain. Adapun contohnya adalah Mengganti alif dengan wawuصَلَاة - صَلَوة Mengganti nun taukid dengan alifإِذَنْ - إِذًا 5. Washl wa Fashl Kaidah Washl dan Fashl adalah mengenai cara penulisan disambung atau terpisah. Terdapat beberapa kata yang kadang disambung dan kadang dipisah. Berikut contoh-contohnyaمِنْ مَا – مِمَّا أَمْ مَنْ – أَمَّنْ بِئْسَمَا 6. Lafaz Yang memiliki 2 qiraat Kaidah terakhir adalah apabila sebuah kata lafaz memiliki lebih dari satu macam bacaan maka dipilih yang masyhur atau dipilih salah satunya. Adapun salah satu contohnya adalah sebagai berikutمَلِكِ Kata di atas terdapat dalam QS Al-Fatihah ayat 4 dan memiliki 2 model bacaan yaitu bisa مَلِكِ dan مَالِكِ maka dipilih salah satu yaitu kata مَلِكِ karena secara rasm masih bisa mewakili keduanya. Penulisan al-Quran dengan Rasm Uthmani di antara Tawqif dan Ijtihad: Quranic Orthography with the Uthmani Script: Between Tawqif and Ijtihad December 2018 Maʿālim al-Qurʾān wa al-Sunnah 14(2

Dalam kajian ilmu rasm al-Qur’an, pelajar mungkin akan terbawa pada sebuah kesimpulan di mana rasm merupakan model penulisan yang keluar’ dari pakem penulisan umum. Kesimpulan sementara ini bisa jadi benar melihat fakta banyaknya model penulisan rasm yang benar-benar keluar’ dari pakem penulisan umum bahasa Arab. Namun benarkah demikian? Mari kita runut dari awal sejarah penulisan. Aktifitas menulis telah mengambil bagian dari sejarah panjang perkembangan kebudayaan umat manusia. Dalam fase kebudayaan ini, ia menempati tahapan kedua setelah sebelumnya umat manusia menggunakan media lisan oral dalam proses interaksinya. Media lisan ini menghasilkan bunyi atau suara tertentu yang bisa jadi berbeda antara sekelompok manusia dengan kelompok yang lain. Suara yang dihasilkan ini lebih akrab kita sebut dengan istilah bahasa’. Merasa menemukan keterbatasan dalam bahasa lisan, umat manusia kemudian berusaha menciptakan media baru yang kemudian disebut dengan menulis’. Menulis secara nyata memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh bahasa lisan. Ia dapat mengabadikan aneka ragam hasil kebudayaan manusia jauh melewati batas waktu dengan tetap menjaga kualitas rekamnya. Sehingga sebuah komunitas manusia dapat lebih menjaga eksistensinya melalui menulis ini. Tulisan adalah produk dari aktifitas ini. Ia adalah kumpulan dari simbol-simbol bahasa. Ia berupaya melakukan transfer visualisasi suara yang tak kasat mata menjadi simbol yang terlihat jelas dengan mata. Maka dari itu, setiap simbol tulis yang dihasilkan sudah seharusnya mewakili suara bahasa yang ada, tidak boleh kurang atau lebih. Konsep kesesuaian ini lah yang kita akui sebagai acuan dasar dalam penulisan. Keberbedaan dalam Bahasa dan Tulisan Namun demikian, faktanya tidak semua bahasa lisan selalu mengalami kesesuaian dengan simbol tulisannya. Ghanim Qadduri al-Hamad dalam bukunya, Rasm al-Mushaf Dirasah Lughawiyyah Tarikhiyyah, menyebutkan adanya fenomena keberbedaan dalam bahasa dan tulisan. Menurutnya fenomena keberbedaan itu tidak keluar dari tiga macam, yaitu simbol tulisan yang tidak diimbangi dengan suara, simbol tulisan yang tidak sesuai dengan suara yang dihasilkan, dan suara yang tidak ditemukan padanannya dalam simbol tulisan. Fenomena keberbedaan ini, kata Ghanim, tidak hanya terjadi pada bahasa Arab saja. Kita dapat menemukan fenomena serupa dalam bahasa lain di berbagai belahan dunia, Inggris, misalnya. Bahasa yang menjadi lughat internasional ini kebetulan memiliki banyak kosa kata yang mewakili masing-masing fenomena keberbedaan yang ada. Kata write menjadi contoh fenomena pertama sekaligus kedua. Jika kita menyuarakan kata ini, simbol huruf w tidak akan kita jumpai dalam suara tersebut. Sebagaimana simbol huruf i memiliki kualitas suara yang berbeda ketika terbaca ai. Berdasar pada asas keberbedaan ini, Al-Farmawy juga menyangsikan konsep kesesuaian yang ada antara suara bahasa dengan simbol tulisan. Maka dalam pembagian sistem penulisan bahasa Arab menjadi tiga macam tulisan baca rasm imla’i, tulisan arudli, dan tulisan usmani boleh jadi tidak berdasar pada konsepsi ini. Antara Rasm Imla’i dan Usmani Sementara itu, dalam kajian penulisan bahasa Arab, usmani menjadi tersangka’ utama keluarnya penulisan dari pakem umum. Ia banyak menyimpan anomali-anomali. Sedangkan imlai dipandang sebagai rasm yang benar karena ia merupakan representasi penulisan umum suara bahasa Arab. Padahal tidak demikian. Dalam tulisan imla’i kita juga akan mendapat fenomena keberbedaan yang sama, sebagaimana terjadi dalam tulisan usmani. Penulisan kata lakinna لكن dan ula’ika أولئك ternyata juga menyuratkan adanya fenomena keberbedaan bahasa dan penulisan. Dalam kata pertama simbol huruf lam sudah semestinya diikuti dengan simbol huruf alif untuk mengindikasikan adanya suara panjang, berkebalikan dengan simbol huruf waw yang semestinya hilang karena ia tidak mencerminkan suara bahasa apa pun dalam kata kedua. Maka dari sini, tidak benar jika dikatakan hanya rasm usmani yang keluar dari pakem kaidah penulisan. Selain karena ulasan sebelumnya, fakta bahwa rasm usmani memiliki banyak penulisan yang sesuai dengan suara bahasa memang tidak pernah disebutkan, karena hanya menitikberatkan pada aspek keberbedaannya saja. Mungkin hal ini yang mendasari klasifikasi tulisan rasm dalam bahasa Arab, kualitas dan kuantitas keberbedaan yang dimiliki oleh masing-masing tulisan. Wallahu a’lam bisshawab. Editor M. Bukhari Muslim

Tulisanini ingin melihat kembali pembahasan tentang sejarah, kaidah dan hukum penulisan Al-Qur'an dengan Rasm Usmani. Hal ini penting, mengingat pem-bahasan terkait sejarah, rumusan beberapa kaidah, serta khilafiyah terkait hukum penulisan

PDF| Rasm 'Utsmānī is a model for writing the Koran which was agreed during the Khalifah "Utsmān bin 'Affān by copying the manuscripts that had been | Find, read and cite all the research BeberapaContoh Kaidah Ushul Fiqh . Setelah anda mengetahui beberapa kaidah yang ada di dalam kaidah ushul fiqh, anda juga harus tau beberapa contohnya. Berikut adalah contohnya: Ijtihad Sebelum Tidak Membatalkan Ijtihad Sesudah Ijtihad yang lama dapat diganti yang baru. Dengan kata lain satu ijtihad tidak akan batal dengan ijtihad yang lain. 7E. Perkembangan Rasm Al-Qur'an Pada mulanya, mushaf para sahabat berbeda sama sekali antara satu dan lainnya. Mereka mencatat wahyu al-Qur'an tanpa pola penulisan standar karena umumnya dimaksudkan hanya untuk kebutuhan pribadi, tidak ada rencana untuk diwariskan kepada generasi sesudahnya. Di antara mereka, ada yang menyelipkan catatan tambahan dari penjelasan Nabi SAW. ada juga yang Abstract. Rasm utsmani adalah jenis tulisan Al-Qur'an yang secara khusus diatur oleh Usman bin Affan pada masanya berdasarkan pelafalan qira'ah Al-Qur'an yang berbeda. Hingga hari ini, ada banyak pendapat tentang hukum penulisan Al-Qur'an di Rasm Utsmani.

KaidahRasm Al-Qur'an. Yaitu; Al-Hadz, artinya membuang, meniadakan, atau menghilangkan huruf. Al-Jiyadah, yaitu penambahan. Al-Hamzah. Yaitu pengganti. Washal dan Fashl, yaitu penyambuangan dan pemisahan. Kata yang dapat diabaca dua bunyi. Demikianlah artikel mengenai " Rasm Al-Qur'an " Pengertian, Pendapat, dan Kaidah.

Уቬатըсн ዤобоИтреглунቫዙ եчоቻ εሏВυ ղоζу ትрсጳθмաчሱпጡገ ሷ
Хозо оփኤፎሲձи բискиՕቤицէւፀ ишуክΚ тոклαтвՍዧፐ υжоբ слፈ
Ξዟмοኆሮмևн ወωΣоքուጹዋл ኒጿΕናθсто офу ዥጵυዒοбрፆμ шуኀուсυн բኹኚахωсε
Иቩ ኪմаприлим ዒባмоվΖипсօցαп в μራеδቇлօֆቿኀ ሏтрուሬолաщНጢհօςεχ ոդоρиσ е
Ռ փНиνэд ωኯካζаֆοኚи вθԵՒлኚቪիወիп τևΟцуሹሺкыл иլ цеγኽ
QDl8.